Rabu, 22 April 2020

Perlawanan Pattimura terhadap VOC

Gadis Rantau
Maluku dengan rempah-rempahnya memang bagaikan “mutiara dari timur”, yang senantiasa diburu oleh orang-orang Barat. Pada masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda kegiatan monopoli di Maluku diperketat. Beban rakyat semakin berat karena selain penyerahan wajib, masih juga harus dikenai kewajiban kerja paksa, penyerahan ikan asin, dendeng, dan kopi. Ditambah lagi terdengar desas desus bahwa para guru akan diberhentikan untuk penghematan, para pemuda akan di kumpulkan untuk dijadikan tentara di luar Maluku. Hal ini sangat mengecewakan rakyat Maluku.

Menanggapi kondisi yang demikian para tokoh dan pemuda Maluku melakukan serangkaian pertemuan rahasia. Dalam berbagai pertemuan itu disimpulkan bahwa rakyat Maluku perlu mengadakan perlawanan untuk menentang kebijakan Belanda.Sebagai pemimpin perlawanan dipercayakan kepada pemuda yang bernama Thomas Matulessy yang kemudian terkenal dengan gelarnya Pattimura. Thomas Matulessy pernah bekerja pada dinas angkatan perang Inggris.

Latar belakang perlawanan rakyat Maluku yang dipimpin Kapitan Pattimura adalah sebagai berikut :
  1. Pemerintah kolonial memberlakukan kembali penyerahan wajib dan kerja wajib.
  2. Pemerintah kolonial menurunkan tarif hasil bumi yang wajib diserahkan, sedangkan pembayarannya tersendat-sendat.
  3. Pemerintah kolonial memberlakukan uang kertas, sedangkan rakyat Maluku telah terbiasa dengan uang logam.
  4. Pemerintah kolonial menggerakkan pemuda Maluku untuk menjadi prajurit Belanda.

Gerakan perlawanan dimulai dengan menghancurkan kapal-kapal Belanda di pelabuhan. Para pejuang Maluku kemudian menuju Benteng Duurstede. Terjadilah pertempuran antara para pejuang Maluku melawan pasukan Belanda. Belanda waktu itu dipimpin oleh Residen van den Berg. Sementara dari pihak para pejuang selain Pattimura juga tampil tokoh-tokoh seperti Christina Martha Tiahahu, Thomas Pattiwwail, dan Lucas Latumahina. 

Para pejuang Maluku dengan sekuat tenaga mengepung Benteng Duurstede. Dalam waktu yang hampir bersamaan para pejuang Maluku satu persatu dapat memanjat dan masuk ke dalam benteng. Residen dapat dibun*h dan Benteng Duurstede dapat dikuasai oleh para pejuang Maluku.

Belanda kemudian mendatangkan bantuan dari Ambon yang dipimpin oleh Mayor Beetjes, namun dapat digagalkan oleh pasukan Pattimura. Kembali kemenangan ini semakin menggelorakan perjuangan para pejuang di berbagai tempat seperti di Seram, Hitu, Haruku, dan Larike. Selanjutnya Pattimura memusatkan perhatian untuk menyerang Benteng Zeelandia di Pulau Haruku. Melihat gelagat Pattimura itu maka pasukan Belanda di benteng ini diperkuat di bawah komandannya Groot. Patroli juga terus diperketat. Oleh karena itu, Pattimura gagal menembus Benteng Zeelandia.

Upaya perundingan mulai ditawarkan, tetapi tidak ada kesepakatan. Akhirnya Belanda mengerahkan semua kekuatannya termasuk bantuan dari Batavia untuk merebut kembali Benteng Duurstede. Agustus 1817 Saparua diblokade. Daerah di kepulauan itu jatuh kembali ke tangan Belanda. 
 Pada masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda kegiatan monopoli di Maluku diperketat Perlawanan Pattimura terhadap VOC
Pattimura memerintahkan pasukannya meloloskan diri dan melawan dengan gerilya. Tetapi pada bulan November beberapa pembantu Pattimura tertangkap seperti Kapitan Paulus Tiahahu (ayah Christina Martha Tiahahu) yang kemudian dijatuhi hukuman mati. Mendengar peristiwa ini Christina Martha Tahahu marah dan segera pergi ke hutan untuk bergerilya.

Belanda mengumumkan kepada siapa saja yang dapat menangkap Pattimura akan diberi hadiah 1.000 gulden. Setelah enam bulan memimpin perlawanan, akhirnya Pattimura tertangkap. Tepat pada tanggal 16 Desember 1817 Pattimura dihukum gantung di alun-alun Kota Ambon.

Christina Martha Tiahahu yang berusaha melanjutkan perang gerilya akhirnya juga tertangkap.  Ia tidak dihukum mati tetapi bersama 39 orang lainnya dibuang ke Jawa sebagai pekerja rodi. Di dalam kapal Christina Martha Tiahahu mogok tidak mau makan dan tidak mau buka mulut. Ia jatuh sakit dan akhirnya meninggal pada tanggal 2 Januari 1818. Jenazahnya dibuang ke laut antara Pulau Buru dan Pulau Tiga. Berakhirlah perlawanan Pattimura.