peranan pemerintah daerah untuk meningkatkan pemberdayaan perempuan di bidang ekonomi dan ketenagakerjaan
peranan pemerintah daerah untuk meningkatkan pemberdayaan perempuan di bidang ekonomi dan ketenagakerjaan |
pola membuat kebaya kartini - BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyelenggaraan Otonomi Daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, pemerataan dan keadilan, demokratisasi, penghormatan terhadap budaya lokal serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. Atas dasar itu Undang-undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah memberikan wewenang yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah sehingga memberi peluang kepada daerah untuk leluasa mengatur dan melaksanakan kewenangannya atas prakarsa sendiri sesuai dengan kepentingan masyarakat setempat dan potensi setiap daerah.
Hal ini banyak disikapi oleh kalangan pemerintah daerah termasuk Pemerintah Daerah Kota Bandung seperti tertuang dalam program kerja bagian pemberdayaan perempuan Kota Bandung Tahun 2002 dalam bentuk: Pertama sikap optimis bahwa otonomi luas merupakan pilihan terbaik bagi daerah, dimana daerah dapat meningkatkan kemampuan daerah dalam menyelenggarakan fungsi pelayanan dan kesejahteraan masyarakat, Kedua sikap pesimis terhadap kesungguhan pemerintah dan manfaat kebijakan otonomi, sikap ini berdasarkan fakta bahwa otonomi yang luas membawa dampak terhadap peningkatan beban kerja pemerintah daerah (kabupaten/kota).
Pemerintah daerah itu sendiri menurut UU Nomor 22 Tahun 1999 merupakan kepala daerah beserta perangkat daerah otonomi yang lain sebagai badan eksekutif daerah. Sedangkan perangkat daerah adalah organisasi/lembaga perusahaan pemerintah daerah yang bertanggung jawab kepada kepala daerah dan membantu kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang terdiri dari sekretaris daerah, dinas, dan Lembaga Teknis Daerah (LTD), kecamatan, kelurahan sesuai dengan kebutuhan daerah (UU, 1999: 3).
Potensi kaum perempuan Indonesia disektor pendidikan, ekonomi dan ketenagakerjaan berdasarkan data survey Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun 1999-2000 masih dibawah laki-laki seperti dikutip dalam Suara Karya Online Tanggal 27 April 2004, dimana 54% perempuan Indonesia hanya lulusan Sekolah Dasar (SD) kebawah, 19% lulusan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), 27% lulusan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) dari penduduk usia 10-44 tahun dan 45 tahun keatas. Selain rendahnya tingkat pendidikan, ekonomi dan ketenagakarjaan perempuan di Indonesia dikategorikan juga paling tinggi angka buta huruf jika dibandingkan dengan laki-laki yaitu 3.816.681 perempuan dan 2.138.781 laki-laki. Data minimnya tingkat pendidikan, serta tingginya angka buta huruf dikalangan perempuan Indonesia diatas merupakan suatu ancaman yang sangat besar bagi masa depan bangsa dimana kaum perempuan merupakan salah satu komponen yang ada di masyarakat yang bisa dilibatkan dalam pembangunan.
Potensi kaum perempuan dalam kehidupan masyarakat masih belum mendapat porsi yang wajar. Hal ini perlu disikapi secara arif dan bijaksana oleh pemerintah mengingat kaum perempuan dari sisi kuantitas menempati urutan pertama dari komposisi warga masyarakat. Demikian sambutan Walikota Bandung yang dibacakan asisten ekonomi pembangunan dan kesejahteraan rakyat, Drs. Askary Wirantaatmadja pada acara pembukaan dialog interaktif tentang peningkatan pemberdayaan pengusaha perempuan tanggal 23 Desember 2002 di ruang serbaguna Balaikota Bandung seperti yang yang dikutip dalam Galamedia tanggal 24 Desember 2002.
Sambutan Walikota ini juga dapat didukung dengan data terakhir potensi perempuan pada sensus penduduk tahun 2000 di Kota Bandung, yang dikutip dalam program kerja bagian pemberdayaan perempuan, dimana potensi kaum perempuan masih dibawah laki-laki dan tingkat putus sekolah kaum perempuan juga sangat tinggi. Penyebab putus sekolah karena dipengaruhi oleh krisis ekonomi,kultur/budaya dan kurang/jauh dari fasilitas pendidikan. Hal ini juga diungkapkan oleh wakil gubernur Jawa Barat bidang kesejahteraan Deden Ruchlia dalam acara rapat koordinasi nasional (Rakornas) pemberdayaan perempuan tanggal 28 Oktober 2002 di Bandung, dimana kaum perempuan di Jawa Barat masih terhimpit beberapa persoalan/permasalahan. Permasalahan tersebut dapat dilihat dari jumlah penduduk Jawa Barat 35,72 juta jiwa, 17.642.937 juta jiwa adalah kaum perempuan dengan permasalahan dibidang pendidikan, kesempatan kerja, kesehatan dan kesempatan menduduki suatu jabatan. (http//www.jabar.go.id)
Fenomena yang diungkapkan wakil gubernur Jawa Barat di bidang kesejahteraan diatas ini karena kondisi perempuan yang buta huruf khususnya dipedesaan sebesar 5,1%, laki-laki 2,2% dan untuk diperkotaan perempuan buta huruf sebesar 1,4% dan laki-laki 0,4%. Dengan tingginya angka buta huruf ini maka kita bisa melihat angka partisipasi sekolah menurut umur dan jenis kelamin pada tahun 2000, umur 7-12 tahun perempuan 96,2% dan laki-laki 96,1%. Umur 13-15 tahun perempuan 73,5% dan laki-laki 74,0%. Umur 16-18 tahun permpuan 44,7% dan laki-laki 46,9%. Umur 19-24 tahun perempuan 8,2% dan laki-laki 11,3%. Pada tahun 2001 jumlah perempuan yang mengantongi ijazah SLTA 4,135 sementara laki-laki adalah 16%, jumlah ini semakin kecil untuk perempuan yang lulus diploma (DII dan DIII) dengan perbandingan 1,42% dan laki-laki 1,53%, sedangkan sarjan (S1-S3) perempuan hanya 1,40% dan laki-laki adalah 2,275 selebihnya perempuan hanya mengantongi ijazah SD,SLTP atau sama sekali tidak memiliki ijazah, dengan kata lain putus sekolah dasar atau sama sekalia tidak bersekolah.
Angka partisipasi pendidikan diatas berdasarkan umur dan jenis kelamin menunjukan bahwa semakin tinggi jenjang pendidikan, semakin sedikit kaum perempuan yang berpartisipasi dalam pendidikan. Rendahnya tingkat pendidikan wanita ini akan memberikan dampak pada kedudukannya dalam pekerjaan dan upah yang mereka terima. Dengan rendahnya pendidikan berarti kurangnya keterampilan dan keahlian, untuk itu pekerjaan yang cocok adalah sebagai buruh manual dan upah yang mereka terima lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang terampil dan ahli dibidang tertentu.
Berdasarkan fenomena diatas maka dapat dikatakan bahwa kaum perempuan masih tertinggal dibandingkan laki-laki, meskipun secara hukum kesempatan untuk meningkatkan status dan peranan perempuan sejak Indonesia meratifikasi konvensi perempuan dengan UU Nomor 7 Tahun 1984. Ketertinggalan kaum perempuan ini dapat dilihat dari pembagian kerja secara seksual didalam masyarakat, dimana peran perempuan adalah dilingkungan rumah tangga dan peran pria diluar rumah. Pembagian pekerja secara seksual ini jelas tidak adil bagi wanita sebab dapat menempatkan wanita pada kedudukan subordinate/terpinggirkan terhadap pria sehingga cita-cita untuk mewujutkan wanita sebagai mitra sejajar pria baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat sulit terlaksana. Untuk itu perlu adanya pemberdayaan perempuan sehingga tidak menempatkan wanita pada kedudukan yang termajinalkan.
Pemberdayaan menurut A.M.W.Pranarka dan Vidhyandika Moeljanto dalam bukunya Onnoy S. Prijono dan A.M.W.Pranarka adalah:
“ Pemberdayaan adalah upaya menjadikan suasana kemanusiaan yang adil dan beradab menjadi semakin efektif secara struktural baik didalam kehidupan keluarga, masyarakat, Negara, regional, internasional maupun dalam bidang politik, ekonomi, dll”(Prijono dan Pranarka, 1996:56).
Konsep pemberdayaan merupakan suatu upaya untuk menjadikan sesuatu yang adil dan beradab menjadi lebih efektif dalam seluruh aspek kehidupan seperti dalam paragraf sebelumnya tertuliskan tentang permasalahan yang dihadapi kaum perempuan sehingga perlu adanya pemberdayaan.
Pengertian pemberdayaan perempuan menurut program bagian pemberdayaan perempuan Kota Bandung Tahun 2002 adalah:
“ Pemberdayaan perempuan adalah upaya pemampuan perempuan untuk memperoleh akses dan peluang serta penguasaan terhadap sumber daya, ekonomi, politik, sosial budaya agar berperan dan berpartisipasi aktif dalam pengambilan keputusan dan memecahkan masalah sebagai perempuan mampu membangun kemampuan dan konsep dirinya”.
Berdasarkan definisi diatas maka pemberdayaan perempuan sangat perlu agar perempuan memperoleh akses dan peluang di bidang ekonomi, politik, sosial budaya serta mampu berperan dan berpartisipasi aktif dalam pengambilan keputusan.
Hasil survey tahun 1999 tentang masalah yang melanda perempuan Indonesia seperti yang telah dikutip dalam jabar.go.id tanggal 30 maret 2004 tersebut meliputi pekerjaan, posisi dalam pemerintahan/politik/lembaga/ketua umum partai politik dan masalah kemiskinan yang menimpa perempuan. Dibidang ekonomi perempuan selalu menjadi korban dari setiap perubahan ekonomi. Keterpurukan ekonomi telah membawa perempuan dalam perjuangan untuk terus menghidupi keluarga. Saat ini angka partisipasi angkatan kerja perempuan yang dikutip pada suara karya online tanggal 27 April 2004 perempuan hanya 51%, jauh dibawah laki-laki yang mencapai 86%. Sebagian besar perempuan bekerja disektor informal. Dalam pengupahan pria menerima upah 100%, sementara perempuan hanya 60%. Melihat angka partisipasi kerja perempuan jauh dibawah laki-laki dan dalam hal pengupahan juga perempuan lebih rendah upahnya hal ini membuat kaum wanita lebih tersisihkan dalam dunia kerja.
Masih dalam hasil survei BPS tahun1999-2000 yang dikutip dalam suara karya online tanggal 27 April 2004, sosial ekonomi hampir 50% perempuan pedesaan bekerja sebagai pekerja keluarga yang tidak dibayar. Angka dan fakta tersebut menunjukan bahwa perempuan hanya dimanfaatkan sebagai Sumber Daya Manusia (SDM) yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pasar demi kepentingan ekonomi negara dan bukan untuk kepentingan perempuan. Tidak hanya itu, Indonesia juga mendapat julukan dari dunia internasional sebagai salah satu negara terburuk dalam menangani perdagangan perempuan dan anak-anak. Perdagangan perempuan dan anak-anak di perkirakan mencapai 700 ribu sampai 1 juta orang pertahun ( Global Watch Against Child Labour,2002).
Dalam acara Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pemberdayaan Perempuan Deden Ruchlia mengatakan bahawa kaum perempuan di Jawa Barat masih terhimpit beberapa permasalahan dibidang ekonomi khususnya Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) nilainya masih rendah yaitu 30,3% dibandingkan dengan laki-laki sebesar 58,9%, sedangkan untuk Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) perempuan memiliki nilai 9,4%, laki-laki mencapai angka 7,4%. Data yang diperoleh tahun 2000 menunjukan bahwa perempuan setengah pengangguran mencapai 44,2% dan laki-laki 28,8%. Ada tiga hal yang dijumpai dalam pekerjaan yang berkaitan dengan TPAK dan upah dikutip pada jabar.go.id 30 Maret 2004 adalah:
1. Masalah pekerjaan TPAK perempuan hanya mencapai 51,2% angka ini berada dibawah laki-laki yang mencapai 83,6%
2. Perbandingan upah perempuan juga rendah dengan, perbandingan 46% dan laki-laki 100%
3. Keterlibatan bekerja di sektor formal prosentasenya lebih rendah, dengan perbandingan perempuan 42%, laki-laki 2,70%.
Perbandingan antara TPAK pada tahun 2002 dan 2004 jika dilihat dari kutipan diatas maka TPAK tahun 2002 masih dibawah 50% dan meningkat ditahun 2004 menjadi 51,2%, namun masih menjadi masalah karena masih jauh dibawah TPAK laki-laki. Melihat rendahnya TPAK ini disebabkan oleh minimnya pendidikan perempuan dan angka buta huruf masih tinggi. Masalah ini harus mendapat perhatian dari semua kalangan baik dari pemerintah maupun non pemerintah karena perempuan juga merupakan suatu komponen masyarakat yang terlibat dalam pembanguan disegala bidang kehidupan.
Dalam hal ini maka peranan pemerintah daerah meningkatkan perekonomian dan ketenagakerjaan wanita adalah mengembangkan ketenagakerjaan secara mandiri dan terpadu yang diarahkan pada peningkatan kompetinsi dan kemandirian tenaga kerja, peningkatan upah pekerja, menjamin kesejahteraan, perlindungan kerja dan kebebasan berserikat, serta melakukan berbagai upaya terpadu untuk mempercepat proses pengentasan masyarakat dari kemiskinan dan mengurangi pengangguran yang merupakan dampak krisis ekonomi.
Berdasarkan permasalahan diatas maka peranan pemerintah daerah dalam meningkatkan pemberdayaan perempuan dilakukan berdasarkan program pembangunan nasional (PROPENAS) 2000-2004 dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2000 Bab VIII butir 3 adalah:
1. Meningkatkan kedudukan dan peran perempuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melalui kebijakan nasional yang diemban oleh lembaga yang mampu memperjuangkan terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender
2. Meningkatkan kualitas peran dan kemandirian organisasi perempuan dengan tetap mempertahankan nilai persatuan dan kesatuan
3. Meningkatkan nilai histories perjuangan kaum perempuan dalam rangka melanjutkan usaha pemberdayaan perempuan serta kesejahteraan keluarga dan masyarakat.
Atas dasar peranan pemerintah daerah diatas mendorong penulis untuk lebih dalam meneliti tentang pemberdayaan perempuan dan langka-langka apa yang diambil untuk meningkatkannya. Dalam penelitian ini penulis mengambil studi kasus di bagian pemberdayaan perempuan Kota Bandung karena bagian ini yang menangani segala kebijakan yang berkaitan dengan perempuan dan melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan pemberdayaan perempuan di Kota Bandung yang bekerja sama dengan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan (P2TP2).
P2TP2 merupakan suatu lembaga pengembangan swadaya masyarakat, dimana organisasi ini bergerak pada tingkat kelompok primer dan badan-badan pemerintahan yang menangani tentang pemberdayaan perempuan.
Berdasarkan latar belakang diatas penulis mencoba untuk mengungkapkan permasalahan tersebut dalam penelitian yang berjudul:
“ PERANAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENINGKATKAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DI BIDANG EKONOMI DAN KETENAGAKERJAAN, Studi Kasus di Bagian Pemberdayaan Perempuan Sekretariat Kota Bandung”.
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka timbul beberapa permasalahan yang diambil penulis. Untuk itu penulis akan mengidentifikasi permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana peranan pemerintah daerah dalam meningkatkan pemberdayaan perempuan dibidang ekonomi?
2. Bagaimana peranan pemerintah daerah dalam meningkatkan pemberdayaan perempuan dibidang ketenagakerjaan?
1.3. Maksud dan tujuan penelitian
Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana upaya pemerintah daerah dalam meningkatkan pemberdayaan perempuan dibidang ekonomi dan ketenagakerjaan dalam rangka pelaksanaan otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab.
Adapun tujuan penelitian ini antara lain:
1. Untuk mengetahui peranan pemerintah daerah dalam meningkatkan pemberdayaan perempuan dibidang ekonomi.
2. Untuk mengetahui peranan pemerintah daerah dalam meningkatkan pemberdayaan perempuan dibidang ketenagakerjaan.
1.4. Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan teoritis
1.1. Untuk kepentingan penyusun, yaitu sebagai penambah khasanah teoritis dan pengetahuan serta tempat atau wadah untuk menerapkan teori-teori tentang peranan Pemerintah Daerah dalam meningkatkan pemberdayaan perempuan di bidang ekonomi dan ketenagakerjaan.
1.2. Untuk kepentingan ilmiah, yaitu sebagai upaya dalam mengembangkan konsep yang bermanfaat dan membangun bagi ilmu pemerintahan, khususnya pemberdayaan perempuan di bidang ekonomi dan ketenagakerjaan.
2. Kegunaan Praktis
Untuk lembaga yang terkait, yaitu sebagai bahan masukan yang berkaitan dengan berbagai persoalan tentang peranan pemerintah daerah dalam meningkatkan pemberdayaan perempuan di bidang ekonomi dan ketenagakerjaan.
1.5. Kerangka Pemikiran
Pemberdayaan adalah salah satu strategi dalam pembangunan, dimana konsep pemberdayaan pertama kali muncul kepermukaan pada tahun 1990-an. Istilah pemberdayaan sering digunakan secara luas oleh berbagai lapisan masyarakat, baik oleh pemerintah, petugas sosial, lembaga swadaya masyarakat, kalangan praktis pelaksana program atau proyek.
Berhubungan dengan salah satu strategi dalam pembangunan maka pemberdayaan menurut A.M.W. Pranarka dan Vidhyandika Moeljanto dalam bukunya Onny S. Prijono dan A.M.W. Pranarka adalah:
“ Pemberdayaan adalah upaya menjadikan suasana kemanusiaan yang adil dan beradab menjadi semakin efektif secara struktural baik didalam kehidupan keluarga, masyarakat, negara, regional, internasional maupun dalam bidang politik, ekonomi,dll” (Prijono dan Pranarka, 1996:56).
Adapun pengertian lain tentang pemberdayaan menurut Hulme dan Turner (1990) dalam bukunya Onny S. Prijono dan A.M.W. Pranarka adalah:
“ Pemberdayaan adalah suatu proses perubahan sosial yang memungkinkan orang-orang pinggiran tidak berdaya untuk memberikan pengaruh yang lebih besar diarena politik lokal maupun nasional. Oleh karena itu pemberdayaan sifatnya individual sekaligus kolektif” (Prijono dan Pranarka, 1996:62)
Dari pengertian diatas proses pemberdayaan mengandung dua makna pertama proses pemberdayaan yang menekankan kepada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kemampuan kepada masyarakat agar individu menjadi lebih berdaya. Kedua proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberadaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog. Pemberdayaan juga merupakan suatu proses yang menyangkut hubungan-hubungan kekuasaan yang berubah antara individu, kelompok dan lembaga-lembaga sosial.
Adapun pemikiran lain bahwa konsep pemberdayaan dipengaruhi oleh tulisan yang berhubungan dengan gender dan feminisme seperti yang di ungkapkan oleh Karl M. dalam bukunya Onny S. Prijono dan A.M.W. Pranarka bahwa:
“ Pemberdayaan wanita sebagai suatu proses kesadaran dan pembentukan kapasitas terhadap partisipasi yang lebih besar, dan tindakan transformasi agar menghasilkan persamaan derajat yang lebih besar antara pria dan wanita” (Prijono dan Pranarka, 1996:63).
Pada pengertian diatas Karl Marx lebih menekankan pada persamaan derajat yang lebih besar antara pria dan wanita.
Pengertian lain pemberdayaan perempuan menurut Saparinah Sadli dalam bukunya Tapi Omas Ihromi, Sulistyowati Irianto dan Achie Sudiarti Luhulima, ditinjau dari perspektif hak asasi manusia adalah:
“Pemberdayaan perempuan adalah perempuan sebagai sesama manusia dapat mengontrol kehidupannya sendiri, dapat menentukan agenda kegiatannya, dapat mengembangkan keterampilannya secara optimal dan mampu menumbuhkan kepercayaan pada kemampuan dari sendiri. Pemberdayaan perempuan tidak hanya merupakan suatu proses kolektif, politik/sosial, tetapi juga harus berlangsung pada tingkat individual dan pemberdayaan perempuan tidak hanya merupakan suatu proses, tetapi juga merupakan hasil bahwa perempuan manjadi manusia yang menjadi kemampuan mengontrol dan memberi arah pada kehidupan sendiri”(Ihromi, Irianto dan Luhulima, 2000: 21-22)
Dari pengertian diatas maka dikatakan bahwa untuk memberdayakan perempuan maka perempuan sendirilah yang harus dapat melakukannya, dengan cara mampu membuat pilihan, mampu menyuarakan pendapatnya dan kebutuhannya sebagai perempuan. Untuk menyalurkan semua ini institusi-institusi yang ada di tingkat lokal, nasional dan kerja sama internasional dapat membantu proses pengembangan kepercayaan diri perempuan. Peningkatan harga diri perempuan dan membantu perempuan menyusun agenda kegiatan bagi dirinya sendiri baik dibidang ekonomi dan ketenagakerjaan.
Pada tahun 1970-an timbul suatu pemikiran dari women in development (WID) akan perlunya kemandirian bagi perempuan miskin agar pembangunan dapat menikmati semua pihak. Perlu disadari bahwa perempuan adalah sumber daya manusia yang sangat berharga, sehingga perempuan yang sebelumnya posisinya termarjinalkan, atau berada digaris pinggir, perlu diikut sertakan kedalam pembangunan.
Menurut Miranti Hidajadi dalam Jurnal Perempuan edisi 17 bahwa sasaran dari pendekatan WID adalah:
“Sasaran pendekatan WID adalah pada kalangan perempuan dewasa yang secara ekonomi miskin dan pendekatan ini memberikan perhatian pada peran produktif perempuan dalam pembangunan seperti inisiatif pengembangan teknologi yang lebih baik dalam arti tepat guna untuk bisa meringankan beban kerja perempuan.Tujuannya adalah menekankan kepada sisi produktif kerja dan tenaga perempuan terutama berkaitan dengan pendapatan perempuan, tanpa terlalu peduli dengan sisi produksinya” (Jurnal Perempuan, 2001: 12).
Dalam pelaksanaan otonomi daerah pengertian pemerintah daerah menurut Misdyanti dan R.G. Kartasapoetra adalah:
“ Pemerintah daerah adalah penyelenggara pemerintahan di daerah. Dengan kata lain pemerintah daerah adalah pemegang kemudi dalam pelaksanaan kegiatan pemerintahan daerah” (Misdyanti dan Kartasapoetra, 1993: 17).
Pengertian pemerintah daerah menurut peraturan pemerintah (PP) No 84 Tahun 2000 tentang pedoman organisasi perangkat daerah adalah:
“ Pemerintah daerah adalah kepala daerah beserta perangkat daerah otonomi yang lain sebagai badan eksekutif daerah” (PP, 2001: 42).
Dari definisi diatas dapat dikatakan bahwa pemerintah daerah yang dimaksudkan adalah pemerintah daerah dalam arti sempit. Pemerintah daerah dalam arti sempit terdiri dari kepala daerah, sekertaris daerah, dan dinas-dinas di daerah. Jadi pemerintah daerah merupakan suatu sistem yang ada dalam wilayah daerah kabupaten dan bupati kepala daerah sebagai unsur pimpinan penyelenggara pemerintah di daerah.
Pemerintah daerah merupakan subsistem dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk itu tugas-tugas negara/ pemerintah juga merupakan tugas-tugas pemerintah daerah, akan tetapi tidak semua tugas-tugas ataupun urusan-urusan pemerintahan diserahkan kepada daerah dengan pertimbangan keadaan dan kemampuan daerah serta kepentingan nasional. Dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan dan masyarakat sebagai pihak yang diperintah seyogyanya berada pada posisi yang seimbang. Pada kondisi kehidupan masyarakat yang majemuk sangatlah relevan untuk diwujudkan karena pada hakikatnya masyarakat yang memiliki tingkat heterogenitas cendrung mendambakan suatu pola kehidupan yang harmonis.
rumus membuat pola kebaya
Berkaitan dengan peranan pemerintah dalam pemberdayaan perempuan yang menyangkut mengorganisir aktivis sosial yang memberikan pendidikan kepada masyarakat, menurut Maurice Duverger yang lebih mengarahkan kepada upaya pemberdayaan ( Duverger ,1982:35).
Dalam buku Kajian Awal Birokrasi Pemerintah dan Politik Orde Baru Ryaas Rasyid mengatakan bahwa fungsi hakiki pemerintah adalah fungsi pemberdayaan. Fungsi ini lebih mengarah sebagai upaya membantu memaksimalkan pemberdayaan perempuan dalam pembangunan maupun pada proses sosial.
Apabila upaya pemberdayaan perempuan yang dilakukan oleh pemerintah daerah sesuai dengan peranan dan diiringi dengan pola perencanaan yang baik maka menghasilkan sesuatu yang baik pula. Dalam rangka pemberdayaan ini upaya yang amat pokok adalah peningkatan taraf pendidikan dan derajat kesehatan, serta akses kepada sumber-sumber kemajuan ekonomi seperti modal, teknologi, informasi, lapangan kerja dan pasar, untuk itu diperlukan peranan pemerintah daerah dalam meningkatkan kemandirian masyarakat, melalui aktivitas pemerintah untuk meningkatkan pemberdayaan perempuan.
Untuk melaksanakan fungsi pemberdayaan dengan baik, menurut Kartasasmita melalui tiga cara yaitu:
1. Menciptakan suatu iklim yang memungkinkan potensi kaum perempuan berkembang.
2. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh kaum perempuan.
3. Memberdayakan mengandung arti pula melindungi
(Kartasasmita, 1996: 207).
Dengan demikian, maka peranan pemerintah dalam meningkatkan pemberdayaan perempuan adalah membangkitkan motivasi/meningkatkan motivasi masyarakat dan partisipasi masyarakat dalam program pemberdayaan perempuan agar dapat menimbulkan pengaruh positif atas produktivitas masyarakat, untuk mencapai kemandirian dan meningkatnya pemberdayaan masyarakat khususnya perempuan.
Peranan pemerintah daerah untuk meningkatkan pemberdayaan perempuan berdasarkan fungsi hakiki pemerintah menurut Ryaas Rasyid adalah pemberdayaan. Fungsi pemberdayaan perempuan adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat kaum perempuan yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap budaya, kemiskinan, dan keterbelakangan. Ada tiga cara untuk meningkatkan pemberdayaan yang baik menurut Kartasasmita adalah:
1. Upaya memberdayakan perempuan harus pertama-tama dimulai dengan menciptakan suatu iklim yang memungkinkan potensi kaum perempuan berkembang. Upaya ini bertitik tolak pada pengenalan bahwa setiap manusia laki-laki dan perempuan masing-masing memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Pemberdayaannya dengan mendorong, memotivasi, dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya.
2. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh kaum perempuan.Upaya ini diperlukan langkah-langkah yang lebih positif, selain dari hanya menciptakan iklim dan suasana. Dalam hal ini kaum perempuan harus diberi kesempatan dengan membuka akses pada modal, teknologi, informasi, pasar, dan berbagai peluang lainnya.
3. Memberdayakan juga mengandung arti melindungi. Dalam proses pemberdayaan, harus diupayakan agar yang lemah tidak menjadi bertambah lemah karena kekurangberdayaan dalam menghadapi yang kuat. Oleh karena itu, perlindungan dan pemihakan kepada yang lemah amat mendasar sifatnya dalam konsep pemberdayaan ini. Memberdayakan perempuan adalah memampukan dan memandirikan kaum perempuan sebagai warga masyarakat yang sejajar dengan kaum laki-laki.
Pemberdayaan perempuan dibidang ekonomi dan ketenagakerjaan perempuan adalah mengembangkan ketenagakerjaan secara mandiri dan terpadu yang diarahkan pada peningkatan kopentensi dan kemandirian tenaga kerja, peningkatan upah kerja, menjamin kesejahteraan, perlindungan kerja dan kebebasan berserikat, serta melakukan berbagai upaya terpadu untuk mempercepat proses pengentasan masyarakat dari kemiskinan dan mengurangi pengangguran yang merupakan dampak krisis ekonomi.
Dari uraian diatas maka penulis menggambarkan kerangka pemikiran ini sebagai berikut:
Bagan 1.1
Kerangka Pemikiran
Dalam penelitian ini penulis tidak menggunakan hipotesis, karena penulisan ini terdiri dari satu variabel. Oleh karena itu penulis menggunakan proposisi.
Pengertian proposisi menurut Masri Singarimbun dalam bukunya Metode Penelitian Survei adalah:
Proposisi merupakan hubungan yang logis antara dua konsep (Singarimbun, 1989: 34)
Jadi proposisi tidak mempunyai format yang tertentu. Biasanya disajikan dalam bentuk suatu kalimat pernyataan yang menunjukan hubungan antara dua konsep.
Proposisi dalam penelitian ini adalah:
Peranan pemerintah daerah dapat dilihat melalui fungsi pemberdayaan dengan menciptakan suatu iklim yang memungkinkan potensi kaum perempuan untuk berkembang, memperkuat potensi yang dimiliki oleh perempuan, memberdayakan dalam arti melindungi kaum perempuan dalam meningkatkan pemberdayaan perempuan dibidang ekonomi dan ketenagakerjaan.
1.6. Metode Penelitian
Dalam penulisan ini penulis menggunakan metode penelitian deskriptif dengan analisis data kualitatif. Penulis menggunakan penelitian deskriptif karena hanya menggambarkan peranan pemerintah daerah dalam meningkatkan pemberdayaan perempuan melalui program-program dan fungsi dari bagian pemberdayaan perempuan Kota Bandung.
Pengertian metode penelitian deskriptif menurut Moh. Nasir, Ph.D. adalah:
“ Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu subjek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat deskriptif, gambaran/lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai faktor-faktor, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki” (Nazir,1999: 63).
Adapun pengertian lain dari metode penelitian deskriptif yang diuraikan menurut Sudarwan Danim adalah:
“ Penelitian deskriptif adalah proses studi atau investigasi mendalam (groundwork) yang esensial bagi studi-studi yang berfokus pada penjelasan, prediksi, dan kontrol fenomena social dan pendidikan”(Danim, 2002: 70)
Maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggambarkan penjelasan tentang peranan pemerintah daerah dalam meningkatkan pemberdayaan perempuan dibidang ekonomi dan ketenagakerjaan.
1.6.1. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang dibutuhkan, penyusunan melakukan pengambilan data dengan cara:
1. Observasi
Penulis melakukan observasi langsung kelapangan dimana penulis secara langsung terlibat dalam kegiatan dialog interaktif masalah penanggulangan narkoba di kalangan kaum muda oleh bagian pemberdayaan perempuan. Dalam acara dialog interaktif ini dilibatkan pelajar SLTP dan SLTA di a Bandung.
2. Wawancara
Penulis melakukan wawancara langsung kepada narasumber yang berkaitan dengan penelitian ini.
Pelaksanaan wawancara dilakukan kepada aparat pemerintah dan non pemerintah diantaranya:
1. Kepala Bagian dan Kepala Sub Bagian Pemberdayaan Perempuan
2. Pimpinan pusat pelayanan terpadu pemberdayaan perempuan(P2TP2) beserta stafnya.
3. Beberapa pegawai negeri sipil (PNS) yang terlibat langsung dalam hal sebagai ketua pelaksana kegiatan yang diadakan oleh Bagian Pemberdayaan Perempuan Kota Bandung.
3. Studi kepustakaan/dokumentasi
Studi kepustakaan dengan membaca dan mencari buku-buku, jurnal, majalah yang berkaitan dengan pemberdayaan perempuan.Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh data sekunder sebagai kepustakaan ini juga dimaksudkan sebagai landasan bagi analisis dan merumuskan teori atau informasi yang berkaitan erat dengan penelitian. Dokumen yang berkaitan dengan penelitian ini adalah laporan kerja, buku saku program bagian pemberdayaan perempuan, jurnal perempuan dimana artikelnya berkaitan dengan judul penelitian serta dokumen artikel yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan program kerja.
4. Angket
Pada penelitian ini penulis tidak menggunakan teknik pengumpulan data angket karena penulis secara langsung menggunakan wawancara kepada narasumber serta didukung dengan studi pustaka atau dokumen yang berkaitan dengan hasil penelitian ini.
1.6.2. Unit Analisis
Unit analisis menunjukan siapa/ apa yang mempunyai karakteristik yang akan diteliti (Soehartono,2002: 29).Unit analisis dalam penelitian ini terdiri dari aparat pemerintah dan non pemerintah yang selama ini bekerja sama dengan pemerintah dalam meningkatkan pemberdayaan perempuan. Pada penelitian ini penulis mengambil beberapa nara sumber yang dianggap lebih mengenal dan mengetahui tentang pemberdayaan perempuan khususnya di bidang ekonomi dan bidang ketenagakerjaan. Nara sumbernya adalah:
1. Kepala Bagian Pemberdayaan Perempuan: Satu Orang
Sebagai pengkoordinasi perumusan kebijakan pemberdayaan perempuan dan mengevaluasi, memonitoring dan pengendalian kegiatan perumusan kebijakan pemberdayaan perempuan.
2. Kepala Sub Bagian Tiga Orang yaitu:
Kepala sub bagian analisa kebijakan yang mempunyai tugas dibidang analisa kebutuhan pemberdayaan perempuan
Kepala Sub bagian P3M (pemberdayaan partisipasi peran aktif masyarakat) dan organisasi perempuan yang mempunyai tugas dibidang administrasi pemberdayaan partisipasi peran aktif masyarkat dan organisasi perempuan dalam kesetaraan gender.
Kepala Sub bagian evaluasi dan pelaporan yang mempunyai tugas dibidang evaluasi dan pelaporan pemberdayaan perempuan seperti dalam pengumpulan, pengolahan data kegiatan pemberdayaan perempuan.
3. Pimpinan pusat pelayanan terpadu pemberdayaan perempuan (P2TP2) satu orang dan satu orang stafnya.
P2TP2 merupakan suatu lembaga non pemerintah yang menangani pemberdayaan perempuan, yang langsung dibawah Bagian Pemberdayaan Perempuan Kota Bandung. P2TP2 merupakan kepanjangan tangan dari pemerintah daerah dalam meningkatkan pemberdayaan perempuan di Kota Bandung.
4. Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang ada di bagian pemberdayaan perempuan yang secara langsung terlibat dalam kegiatan pemberdayaan perempuan sebagai ketua pelaksana atau sebagai staf monitoring kegiatan yang diadakan oleh bagian pemberdayaan perempuan Kota Bandung sebanyak tiga orang.
1.7. Tempat dan Jadwal Penelitian
Penelitian dilakukan di bagian Pemberdayaan Perempuan Kota Bandung Komplek Balaikota Bandung Jl. Wastu Kencana No. 02. Adapun jadwal penelitian “ Peranan Pemerintah Daerah Dalam Meningkatkan Pemberdayaan Perempuan DI Bidang Ekonomi dan Ketenagakerjaan” dapat dilihat dari tabel dibawah ini:
Tabel 1.1
Jadwal Penelitian
No Waktu
TAHUN 2004
Kegiatan Maret April Mei Juni Juli agst Sept Keterangan
1 Rencana pengajuan judul Konsultasi pembimbing
2 Pembuatan usulan penelitian Konsultasi pembimbing
3 Penyempurnaan usulan penelitian Konsultasi pembimbing
4 Perbaikan bab I Konsultasi
5 Penyempurnaan Bab I Konsultasi pembimbing
6 Observasi dan wawancara Mandiri
8 Penyusunan draft laporan awal Konsultasi pembimbing
9 Penyusunan laporan akhir Konsultasi pembimbing
10 Pengadaan dan distribusi hasil penelitian mandiri
- cara menjahit kebaya sederhana
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pemerintah Daerah
Pemerintah daerah merupakan subsistem dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, untuk itu maka tugas-tugas negara/pemerintah merupakan tugas-tugas pemerintah daerah juga namun tidak semua tugas-tugas ataupun urusan-urusan pemerintahan diserahkan kepada daerah dengan pertimbangan keadaan dan kemampuan daerah serta kepentingan nasional. Dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan dan masyarakat sebagai pihak yang diperintah seyogyanya berada pada posisi yang seimbang.
- langkah menjahit kebaya kartini
2.1.1. Pengertian Pemerintah Daerah
Dalam pelaksanaan otonomi daerah pengertian pemerintah daerah menurut Misdyanti dan R.G. Kartasapoetra adalah:
“Pemerintah daerah adalah penyelenggara pemerintahan didaerah. Dengan kata lain pemerintah daerah adalah pemegang kemudi dalam pelaksanaan kegiatan pemerintahan daerah” ( Misdyanti dan Kartasapoetra, 1993: 17).
Pengertian pemerintah daerah menurut UU No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah adalah:
“ Pemerintah daerah adalah kepala daerah beserta perangkat daerah otonomi yang lain sebagai badan eksekutif daerah” (UU,1999: 3).
Dari definisi diatas dapat dikatakan bahwa pemerintah daerah yang dimaksudkan adalah pemerintah daerah yang terdiri dari kepala daerah, sekertaris daerah, dan dinas-dinas di daerah. Jadi pemerintah daerah merupakan suatu sistem yang ada dalam wilayah daerah kabupaten dan bupati kepala daerah sebagai unsur pimpinan penyelenggara pemerintah di daerah.
2.1.2. Fungsi Pemerintah Daerah
Dalam buku kajian awal birokrasi pemerintah dan politik orde baru, Ryaas Rasyid mengatakan bahwa fungsi hakiki pemerintah adalah fungsi pemberdayaan. Fungsi ini lebih mengarah sebagai upaya membantu memaksimalkan pemberdayaan perempuan dalam pembangunan maupun pada proses sosial.
Untuk melaksanakan fungsi pemberdayaan dengan baik, menurut Kartasasmita melalui tiga cara yaitu:
4. Menciptakan suatu iklim yang memungkinkan potensi kaum wanita berkembang
5. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh kaum wanita
6. Memberdayakan mengandung arti pula melindungi
(Kartasasmita, 1996: 207).
Dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah adalah selaras dengan azas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan dapat diwujudkan dalam fungsi-fungsi pemerintah daerah.
Adapun fungsi pemerintah daerah menurut Misdyanti dan R.G. Kartasapoetra adalah:
1. Fungsi otonomi
Fungsi otonomi dari pemerintah daerah adalah melaksanakan segal urusan yang telah diserahkan oleh pemerintah pusat maupun daerah yang lebih tinggi tingkatannya.
2. Fungsi pembantuan
Merupakan fungsi untuk turut serta dalam melaksanakan urusan pemerintahan yang ditugaskan kepada pemerintah daerah oleh pusat atau pemerintah daerah tingkat atasnya dengan kewajiban mempertanggung jawabkan kepada yang menugaskannya.
3. Fungsi Pembangunan
Fungsi ini untuk meningkatkan laju pembangunan dan menambah kemajuan masyarakat sehingga tuntutan dari masyarakatpun semakin berkembang dan kompleks
4. Fungsi lainnya
Selain ketiga fungsi diatas terdapat fungsi lainnya adalah:
1. Pembinaan wilayah
2. Pembinaan masyarakat
3. Pemberian pelayanan,pemeliharaan serta perlindungan kepentingan umum
( Misdyanti dan Kartasapoetra, 1993: 20-27).
Dari fungsi pemerintah daerah diatas dapat dikatakan bahwa pembinaan wilayah adalah upaya dari pemerintah daerah untuk meningkatkan sumber daya wilayah yang masih tertinggal, dimana wilayah-wilayah tersebut dapat diupayakan untuk meningkatkan sumber daya yang dimilikinya demi meningkatkan wilayahnya. Adapun upaya pemerintah daerah mengenai pembinaan masyarakat adalah salah satu upaya dari pemerintah daerah untuk meningkatkan sumber daya manusia yang ada dalam suatu wilayah agar lebih mandiri dan berkualitas demi kesejahteraan keluarga dan masyarakat. Selain fungsi pembinaan wilayah dan pembinaan masyarakat diatas maka fungsi lain dari pemerintah adalah pemberian pelayanan, pemeliharaan serta perlindungan kepentingan umum merupakan salah satu fungsi pemerintah sebagai birokrasi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang membutuhkan pelayanan dari pemerintah karena fungsi dari pemerintah itu sendiri adalah memberikan pelayanan misalnya pelayanan pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan perlindungan kepentingan umum bagi masyarakat lemah yang ditindas oleh kaum penguasa. Perlindungan yang diberikan kepada masyarakat dengan cara memberikan advokasi terhadap kaum-kaum tertindas, misalnya adanya Lembaga Bantuan Hukum (LBH).
Fungsi pemerintah menurut Bintoro dalam bukunya Inu Kencana Syafiie adalah:
“Pertama, Filsafat hidup kemasyarakatan, negara yang memberikan kebebasan cukup besar kepada anggota masyarakat untuk menumbuhkan perkembangan masyarakat, sehingga pemerintah diharapkan tidak terlalu banyak campur tangan dalam kegiatan masyarakat itu sendiri. Kedua, filsafat politik masyarakat, pemerintah sebagai pemegang mandat kepercayaan untuk mengusahakan kepentingan masyarakat secara keseluruan, harus mengusahakan pula keadilan. Hal ini perlu dinyatakan dengan tetap memperhatikan kepentingan golongan yang lemah (kedudukan ekonominya)” (Syafiie, 1992: 15-16).
Fungsi pemerintah daerah menurut Bintoro diatas maka dikatakan bahwa pemerintah memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk membangun dan mengembangkan minat serta bakat yang dimilikinya tanpa campur tangan dari pemerintah itu tetapi dilain pihak pemerintah juga sebagai pemegang mandat dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta perlindungan terhadap kepentingan golongan lemah. Hal ini dapat dikatakan bahwa fungsi dari pemerintah adalah sebagai pendorong dan pemegang mandat dalam meningkatkan sumber daya manusia yang ada sehingga dapat meningkatkan kesejahteraannya.
Fungsi pemerintah menurut Prajudi dalam bukunya Inu Kencana Syafiie adalah:
Fungsi pemerintah adalah:
1. Pengaturan
2. Pembinaan masyarakat
3. Kepolisian
4. Peradilan (Syafiie, 1992: 16).
Dari fungsi pemerintah menurut Prajudi diatas maka fungsi pengaturan adalah upaya dari pemerintah untuk mengatur masyarakat melalui peraturan atau kebijakan agar masyarakat lebih teratur. Fungsi pembinaan masyarakat adalah salah satu upaya dari pemerintah untuk meningkatkan sumber daya manusia melalui berbagai pelatihan-pelatihan keterampilan demi meningkatkan kemandirian serta kesejahteraan keluarga dan masyarakat. Fungsi kepolisian adalah sebagai pengatur tata tertib yang berlaku dimasyarakat serta memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam hal pelanggaran dari tata tertib yang berlaku di masyarakat tersebut. Fungsi kepolisian juga sebagai penegak hukum dan keadilan. Dan fungsi peradilan adalah fungsi yang mengadili orang-orang dalam hal pelanggaran terhadap tata tertib yang berlaku dimasyarakat. Adapun fungsi lain dari peradilan ini adalah sebagai penegakan hukum dan supremasi hukum. Fungsi ini dikatakan berhasil apabila sudah melaksanakan fungsinya sebagai penegak keadilan.
2.2. Pemberdayaan
Pemberdayaan merupakan suatu upaya pemerintah untuk meningkatkan sumber daya manusia dari yang tidak berdaya menjadi lebih berdaya dalam segala bidang
2.2.1. pengertian Pemberdayaan
Pemberdayaan merupakan suatu upaya pemerintah untuk meningkatkan sumber daya manusia dari yang tidak berdaya menjadi lebih berdaya dalam segala bidang.
Pemberdayaan adalah salah satu strategi dalam pembangunan, dimana konsep pemberdayaan pertama kali muncul kepermukaan pada tahun 1990-an. Istilah pemberdayaan sering digunakan secara luas oleh berbagai lapisan masyarakat, baik oleh pemerintah, petugas sosial, lembaga swadaya masyarakat, kalangan praktis pelaksana program atau proyek.
Berhubungan dengan salah satu strategi dalam pembangunan maka pemberdayaan menurut A.M.W. Pranarka dan Vidhyandika Moeljanto dalam bukunya Onny S. Prijono dan A.M.W. Pranarka adalah:
“ Pemberdayaan adalah upaya menjadikan suasana kemanusiaan yang adil dan beradab menjadi semakin efektif secara struktural baik didalam kehidupan keluarga, masyarakat, negara, regional, internasional maupun dalam bidang politik, ekonomi,dll” (Prijono dan Pranarka, 1996:56).
Adapun pengertian lain tentang pemberdayaan menurut Hulme dan Turner (1990) dalam bukunya Onny S. Prijono dan A.M.W. Pranarka adalah:
“ Pemberdayaan adalah suatu proses perubahan sosial yang memungkinkan orang-orang pinggiran tidak berdaya untuk memberikan pengaruh yang lebih besar diarena politik lokal maupun nasional. Oleh karena itu pemberdayaan sifatnya individual sekaligus kolektif” (Prijono dan Pranarka, 1996:62).
Dari pengertian diatas proses pemberdayaan mengandung dua makna pertama proses pemberdayaan yang menekankan kepada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kemampuan kepada masyarakat agar individu menjadi lebih berdaya. Kedua proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberadaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog. Pemberdayaan juga merupakan suatu proses yang menyangkut hubungan-hubungan kekuasaan yang berubah antara individu, kelompok dan lembaga-lembaga sosial
2.2.2. Fungsi Pemberdayaan
Fungsi pemberdayaan, menurut Kartasasmita melalui tiga cara yaitu:
1. Menciptakan suatu iklim yang memungkinkan potensi kaum wanita berkembang
2. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh kaum wanita
3. Memberdayakan mengandung arti pula melindungi
(Kartasasmita, 1996: 207).
2.2.3. Pengertian Pemberdayaan Perempuan
Pemberdayaan perempuan menurut Saparinah Sadli dalam bukunya Tapi Omas Ihromi, Sulistyowati Irianto dan Achie Sudiarti Luhulima ditinjau dari perspektif hak asasi manusia adalah:
“Pemberdayaan perempuan adalah perempuan sebagai sesama manusia dapat mengontrol kehidupannya sendiri, dapat menentukan agenda kegiatannya, dapat mengembangkan keterampilannya secara optimal dan mampu menumbuhkan kepercayaan pada kemampuan dari sendiri. Pemberdayaan perempuan tidak hanya merupakan suatu proses kolektif, politik/sosial, tetapi juga harus berlangsung pada tingkat individual dan pemberdayaan perempuan tidak hanya merupakan suatu proses, tetapi juga merupakan hasil bahwa perempuan manjadi manusia yang menjadi kemampuan mengontrol dan memberi arah pada kehidupan sendiri” (Ihromi, Irianto dan Luhulima, 2000: 21-22).
2.2.4. Tujuan dan Sasaran Pemberdayaan Perempuan
Berdasarkan buku saku Program kerja Bagian Pemberdayaan Perempuan (PBPP) sekretariat Kota Bandung tujuan pemberdayaan perempuan adalah:
1. Meningkatkan kedudukan dan peranan perempuan di berbagai bidang kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegaram dan meningkatkan peranan perempuan sebagai pengambil keputusan dalam mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender.
2. Meningkatkan kualitas peran dan kemandirian organisasi perempuan dengan tetap mempertahankan nilai persatuan dan kesatuan serta meningkatkan komitmen dan kemampuan semua lembaga yang memperjuangkan kesetaraan dan keadilan gender.
3. Mengembangkan program pemberdayaan perempuan dan meningkatkan kesejahteraan keluarga serta masyarakat (PBPP,2001:15).
Dalam rangka meningkatkan pemberdayaan perempuan dibidang ekonomi dan ketenagakerjaan maka sasaran yang harus diperhatikan berdasarkan buku saku program bagian pemberdayaan perempuan sekretariat Kota Bandung adalah:
1. Terwujudnya peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) perempuan, kedudukan dan peranan perempuan termasuk dalam perumusan kebijakan dan mengambil keputusan secara adil dan proporsional diberbagai bidang kehidupan.
2. Tercapainya peningkatan kualitas peranan pengelolaan dan kemandirian organisasi perempuan dan komitmen masyarakat dalam pemberdayaan perempuan.
3. Terwujudnya kesadaran, kepekaan dan kepedulian terhadap kesetaraan dan keadilan gender diseluruh lapisan masyarakat, terutama dalam perumus kebijakan, pengambil keputusan, perencanaan dan penegak hukum disemua tingkat dan segenap objek pembangunan.
4. Tercapainya peningkatan kesadaran kritis masyarakat tentang perbedaan kebutuhan minat, aspirasi dan kepentingan perempuan.
5. Terwujudnya pembangunan sektor yang berprespektif gender yang dimulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi baik ditingkat pusat maupun daerah.
6. Terwujudnya perubahan dan pembaharuan produk hukum dan peraturan perundang-undangan dan nilai-nilai sosial budaya yang kondusif untuk kesetaraan dan keadilan gender.
7. Tercapainya penurunan kemiskinan dalam keluarga dan masyarakat melalui pemberdayaan perempuan pemberdayaan perempuan diberbagai bidang kehidupan.
8. Mengoptimalkan motivasi kualitas SDM untuk memunculkan kepemimpinan perempuan.
9. Mengoptimalkan pelaksanaan visi dan misi untuk menyamakan persepsi yang sama dengan pengaruh agama dan budaya terhadap kesetaraan dan keadilan gender (PBPP,2001:18).
2.2.5. Pemberdayaan Perempuan di Bidang Ekonomi
Pemberdayaan perempuan dibidang ekonomi berdasarkan buku saku program bagian pemberdayaan perempuan adalah:
1. Pengarus-utamaan jender dalam pembangunan ekonomi dan ketenagakerjaan
2. Pemberdayaan perempuan dalam pengembangan ekonomi kerakyatan
3. Peningkatan pengentasan kemiskinan
4. Pengembangan budaya usaha masyarakat miskin
5. Menyediakan kebutuhan pokok untuk keluarga miskin, (PBPP, 2001: 20 )
2.2.6. Pemberdayaan Perempuan di Bidang Ketenagakerjaan
Pemberdayaan perempuan dibidang ketenagakerjaan berdasarkan buku saku program bagian pemberdayaan perempuan adalah:
1. Peningkatan pelayanan kesejahteraan dan perlindungan hukum bagi tenaga kerja perempuan :
a. Penyuluhan tentang hak dan kewajiban pemberi kerja dan pekerja perempuan
b. Penerapan norma perlindungan hukum, perlindungan tenaga kerja dan fungsi reproduksi pekerja perempuan
c. Pelayanan kesejahteraan tenaga kerja perempuan dan pemberian bantuan hukum pada sektor formal dan informal
2. Peningkatan kualitas dan profesionalisme serta produktivitas pekerja perempuan :
a. Peningkatan pendidikan, keterampilan dan keahlian tenaga kerja perempuan
b. Peningkatan ketahanan mental dan kebugaran jasmani.
3. Perluasan dan pengembangan kesempatan kerja
4. Peningkatan kualitas dan produktifitas kerja
6. Perlindungan dan pengembangan lembaga tenaga kerja, (PBPP, 2001: 20 )
2.2.7. Wanita Dalam Pembangunan
Strategi peningkatan peranan perempuan dalam Jurnal Perempuan Edisi 35 adalah:
“ Peningkatan peranan perempuan lebih menekankan pada paradigma perempuan dalam pembangunan (Women In Developmen-WID), dan perempuan dan pembangunan (Women And Developmen- WAD). Pendekatan ini lebih ditujukan pada masalah menegjar ketertinggalan perempuan dibandingkan laki-laki dalam berbagai bidang kehidupan “ (Jurnal Perempuan’ 2004: 100).
Agenda utama program wanita dalam pembangunan menurut Mansour Fakih adalah:
“ Bagaimana melibatkan kaum perempuan dalam kegiatan pembangunan, asumsinya penyebab keterbelakangan perempuan adalah karena mereka tidak berpartisipasi dalam pembangunan” (Fakih, 2003: 60).
Menurut Miranti Hidajadi dalam jurnal perempuan edisi 17 bahwa sasaran dari pendekatan wanita dalam pembangunan adalah:
“Sasaran pendekatan WID adalah pada kalangan perempuan dewasa yang secara ekonomi miskin dan pendekatan ini memberikan perhatian pada peran produktif perempuan dalam pembangunan seperti inisiatif pengembangan teknologi yang lebih baik dalam arti tepat guna untuk bisa meringankan beban kerja perempuan.Tujuannya adalah menekankan kepada sisi produktif kerja dan tenaga perempuan terutama berkaitan dengan pendapatan perempuan, tanpa terlalu peduli dengan sisi produksinya” (Jurnal Perempuan, 2001: 12).
Wanita dalam pembangunan berdasarkan selayang pandang program bagian pemberdayaan perempuan adalah:
“Wanita dalam pembangunan adalah suatu pendekatan pembangunan yang ditujukan untuk kaum perempuan dengan tujuan meningkatkan kemampuan perempuan, agar perempuan dapat turut serta dalam proses pembangunan secara serasi dan selaras. Kegiatan program dan proyek berdasarkan pendekatan ini hanya mengarah untuk perempuan saja, misalnya : peningkatan pendapatan perempuan, peningkatan pengusaha kecil, peningkatan pemeliharaan balita, peningkatan kesehatan, dan gizi” (PBPP, 2001: )
2.2.8. Arah Pembangunan Pemberdayaan Perempuan
Arah tujuan pembangunan pemberdayaan perempuan adalah meningkatkan kedudukan dan peranan perempuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melalui kebijakan nasional yang diemban oleh lembaga yang mampu memperjuangkan terwujudnya kesetaraan dan keadilan jender, serta meningkatkan kualitas peran dan kemandirian organisasi perempuan dengan tetap mempertahankan nilai persatuan dan kesatuan serta nilai historis perjuangan kaum perempuan dalam rangka melanjutkan usaha pemberdayaan perempuan serta kesejahteraan keluarga dan masyarakat.
Pendekatan pembangunan yang diarahkan dalam pemberdayaan perempuan dalam Jurnal Perempuan Edisi 35 Tahun 2004 adalah:
“Pembangunan lebih diarahkan pada bidang ekonomi tetapi belum secara khusus mempertimbangkan manfaat pembangunan secara adil terhadap perempuan dan laki-laki, sehingga memberikan kontribusi terhadap timbulnya ketidakadilan gender” (Jurnal Perempuan’ 2004: 100).
2.3. Ekonomi dan Ketenagakerjaan
2.3.1. Pengertian ekonomi
Pengertian ekonomi menurut A. Abdurrachman dalam ensiklopedia ekonomi keuangan perdagangan adalah:
“ Ekonomi adalah suatu istilah yang dipakai untuk setiap tindakan atau usaha atau proses yang bertujuan akan menciptakan barang-barang atau jasa-jasa yang dimaksudkan akan memenuhi atau memuaskan kebutuhan-kebutuhan manusia. Lebih khusus, istilah ini dipakai untuk menggambarkan corak produksi barang-barang dan jasa-jasa yang paling efektif dan sesuai dengan pengetahuan teknik yang sudah ada” (Ensiklopedia,1991: 364).
Bidang ekonomi menurut Bagian Pemberdayaan Perempuan Kota Bandung adalah memberikan bantuan kepada masyarakat ekonomi lemah berupa pembangunan dan pengembangan ekonomi kerakyatam misalnya pengembangan usaha kecil dengan cara memberikan pinjaman modal tanpa anjungan dan bunga yang sangat rendah serta melalui latihan-latihan keterampilan yang diberikan pemerintah daerah untuk meningkatkan perekonomiannya.
2.3.2. Pengertian Ketenagakerjaan
Pengertian ketenagakerjaan berdasarkan pasal I ketentuan umum Undang-undang No 13 Tahun 2003 Tentang ketenagakerjaan adalah:
“ Ketenagakerjaan adalah segalah hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama , dan sesudah masa kerja” (UU, 2003: 3).
Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.
Bidang ketenagakejaan menurut Bagian Pemberdayaan Perempuan Kota Bandung adalah mereka yang bekerja sebagai tenaga kerja atau buruh pabrik serta mereka yang bekerja sebagai pembantu rumah tanggah, dimana mereka kurang memiliki keahlian yang dapat diandalkan untuk meningkatkan perekonomian keluarga, sehingga upaya pemerintah adalah memberikan penyuluhan dan latihan kepada tenaga kerja perempuan seperti penyuluhan sehingga dapat meningkatkan kualitas sumber daya yang dimilikinya.
2.3.3. Pembangunan Ketenagakerjaan
Berdasarkan Undang-undang No 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pembangunan ketenagakerjaan mempunyai landasan, asas, dan tujuan. Pembangunan ketenagakerjaan berlandaskan pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dan pembangunan ketenagakerjaan diselenggarakan atas asas keterpaduan dengan melalui koordinasi fungsional lintas sektoral pusat dan daerah.
Pembangunan ketenagakerjaan bertujuan:
1. Memberdayakan dan mendayakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi.
2. Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah.
3. Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan
4. Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.
(UU, 2003: 8)
Pembangunan ketenagakerjaan berdasarkan UU NO 25 Tahun tentang PROPENAS bertujuan untuk menyediakan lapangan kerja dan lapangan usaha bagi setiap angkatan kerja sehingga dapat memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Sesuai dengan Undang-undang Dasar (UUD) 1945 pasal 27 ayat (2) yang merupakan ciri dari sistem ekonomi kerakyatan. Masalah yang dihadapi adalah tingginya tenaga kerja yang menganggur dan setengah mengaggur. Masalah rendahnya kualitas dan produktivitas tenaga kerja dan belum memadai perlindungan terhadap tenaga kerja termasuk tenaga kerja di luar negeri merupakan salah satu dari rendahnya pendidikan kaum perempuan .
BAB III
OBYEK PENELITIAN
3.1. Bagian Pemberdayaan Perempuan Kota Bandung
Bagian pemberdayaan perempuan berada dalam lingkungan sekretariat daerah Kota Bandung yang keberadaannya langsung dibawah Asisten Ekonomi Pembangunan dan Kesejahteraan Rakyat (EKBANG) berdasarkan Peraturan Daerah ( Perda ) No 3 Tahun 2001 tentang pembentukan dan susunan organisasi sekretariat daerah tanggal 7 maret 2001. Bagian pemberdayaan perempuan mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas asisten ekonomi pembangunan dan kesejahteraan rakyat dibidang perumusan kebijakan administrasi pemberdayaan perempuan.
Bagian pemberdayaan perempuan Kota Bandung ini berdiri pada tahun 2001 dan sekaligus sebagai pencetus berdirinya bagian pemberdayaan perempuan di propinsi Jawa Barat. Bagian pemberdayaan perempuan Kota Bandung berdiri bertepatan dengan pelaksanaan otonomi daerah yang diberikan kepada pemerintah kabupaten/kota dan didukung pula oleh pusat studi wanita Universitas Padjadjaran Bandung. Hal ini untuk meningkatkan sumber daya manusia khususnya kaum perempuan yang ada di Kota Bandung.
3.2. Visi dan Misi Pemberdayaan Perempuan Kota Bandung
Bagian pemberdayaan perempuan mempunyai visi dengan terwujudnya keadilan dan kesetaraan gender, kesejahteraan dan perlindungan anak dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Visi ini dapat diwujudkan dengan melaksanakan program-program kerja dimana salah satu program kerja yang rutin dilaksanakan oleh bagian pemberdayaan perempuan dengan pihak lain. Agar visi dari bagian pemberdayaan perempuan dapat terwujud sampai pada sasarannya maka pada tahun 2002 atas kerja sama dengan lembaga swadaya masyarakat yang ada di Kota Bandung maka dibentuklah Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan (P2TP2) sebagai kepanjangan tangan dari bagian pemberdayaan perempuan sekretariat Kota Bandung sebagai pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan pemberdayaan perempuan.
3.3. Struktur Organisasi Bagian Pemberdayaan Perempuan Kota Bandung
BAGAN 3.1
Struktur Organisasi Bagian Pemberdayaan Perempuan Kota Bandung
(PBPP,2001: )
Melihat dari struktur organisasi ini Bagian Pemberdayaan Perempuan di bantu tiga sub bagian diantaranya sub bagian analisa kebijakan,sub bagian P3M organisasi perempuan dan sub bagian evaluasi dan pelaporan. Dari ketiga sub bagian ini mempunyai tugas dan fungsi masing-masing. Sedangkan Bagian Bemberdayaan Perempuan mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Asisten Ekonomi Pembangunan dan Kesejahteraan Rakyat dibidang perumusan kebijakan administratif pemberdayaan perempuan.
Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksudkan diatas maka fungsi Bagian Pemberdayaan Perempuan adalah:
1. Melaksanakan dan penyusunan rencana perumusan kebijakan pemberdayaan perempuan.
2. Pelaksanaan perumusan kebijakan pemberdayaan perempuan yang meliputi analisa kebutuhan pemberdayaan perempuan, pemberdayaan dan partisipasi peran aktif masyarakat dan organisasi perempuan serta evaluasi dan pelaporan kegiatan pemberdayaan perempuan.
3. Pelaksanaan pengkoordinasian perumusan kebijakan pemberdayaan perempuan.
4. Pelaksanaan evaluasi, monotoring dan pengendalian kegiatan perumusan kebijakan pemberdayaan perempuan.
Adapun tugas Kepala Bagian Ppemberdayaan Perempuan dibantu oleh 3 (tiga) Kepala Sub Bagian yang antara lain:
1. Sub Bagian Analisa Kebijakan, tugasnya:
- Melaksanakan sebagian tugas bagian pemberdayaan perempuan dibidang analisa kebutuhan pemberdayaan perempuan
- Untuk melaksanakan tugas pokok sebagimana pada point satu, sub bagian ini mempunyai fungsi:
• Pelaksanaan dan penyiapan bahan penyusunan rencana analisa kebijakan pemberdayaan perempuan
• Pelaksanaan analisa dan pengkajian kebijakan pemberdayaan perempuan
• Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan kegiatan analisa dan pengkajian pemberdayaan perempuan.
2. Sub Bagian Pemberdayaan Partisipasi Peran Aktif Masyarakat (P3M) organisasi perempuan, tugasnya:
- Melaksanakan sebagian tugas Bagian Pemberdayaan Perempuan di bidang administrasi pemberdayaan partisipasi peran aktif masyarakat dan organisasi perempuan dalam kesetaraan gender.
- Untuk melaksanakan tugas pokok pada point pertama maka sub bagian ini mempunyai fungsi:
• Melaksankan dan meyiapkan bahan penyusunan rencana pemberdayaan partisipasi peran aktif masyarakat dan organisasi perempuan dalam kesetaraan gender.
• Pelaksanaan perumusan kebijakan pemberdayaan partisipasi peran aktif masyarakat dan organisasi perempuan dalam kesetaraan gender.
• Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan kegiatan perumusan kebijakan pemberdayaan partisipasi peran aktif masyarakat dan organisasi perempuan dalam kesetaraan gender.
3. Sub Bagian Evaluasi dan Pelaporan, tugasnya:
- Melaksanakan sebagian tugas bagian pemberdayaan perempuan dibidang evaluasi dan pelaporan pemberdayaan perempuan.
- Untuk melaksanakan tugas pokok pada point pertama maka fungsi sub bagian ini adalah:
• Pengumpulan dan pengelohan data kegiatan pemberdayaan perempuan
• Pelaksanaan dan penyusunan rencana evaluasi dan pelaporan kegiatan pemberdayaan perempuan.
P2TP2 merupakan wahana operasional untuk mewujudkan pemberdayaan perempuan melalui berbagai layanan konsultasi, informasi, peningkatan pengetahuan, keterampilan, menjalin kerjasama dengan pihal lain serta kegiatan-kegiatan lainnya. P2TP2 Kota Bandung berdiri atas dasar kajian dari Pusat Studi Wanita (PSW) Universitas Padjadjaran (UNPAD) mengacu kepada rencana menteri negara pemberdayaan perempuan untuk membentuk Women center pada tanggal 29 oktober 2002 dan pengurus P2TP2 disyahkan oleh Surat Keputusan (SK) Walikota Bandung Nomor 260/Kep.1499-Huk/2002.
Sasaran dari P2TP2 adalah masyarakat umum, khususnya perempuan di Kota Bandung, dengan tujuan memberi kontribusi terhadap terwujudnya keadilan dan kesetaran gender melalui kesediaan wahana kegiatan P2TP2.
P2TP2 terdiri atas beberapa devisi:
1. Divisi I (Data dan Informasi)
Menggali potensi dan permasalahan perempuan di Kota Bandung serta menyediakan media informasi tentang aktivitas dan potensi perempuan berupa brosur, leaflet, dan media lainnya.
2. Divisi II (Pelayanan dan Konsultasi)
Devisi memberikan pelayanan berupa pendampingan dan konsultasi dalam bidang:
• Korban Tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
• Ketenagakerjaan
• Kesehatan reprodusi remaja
• Pendidikan non formal
• Mental spiritual
3. Divisi III (Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Penelitian Pengembangan)
• Mengadakan berbagai pelatihan dan keterampilan
• Menyelenggarakan seminar, lokakarya, dll
4. Divisi IV (Jaringan Kemitraan)
• Melaksanakan koordinasi dengan lembaga/ instansi pemerintah dan non pemerintah
• Menghimpun donatur/ penyandang dana .
Semua divisi yang ada dalam P2TP2 sudah melaksanakan kegiatan sesuai dengan bidangnya masing-masing. Kegiatan yang telah dilakukan adalah pendataan KDRT, pelatihan konselor KDRT, bakti sosial dan pendampingan korban KDRT.
3.4. Data Potensi Kota Bandung
Data potensi perempuan Kota Bandung ini berdasarkan buku saku program bagian pemberdayaan perempuan adalah:
Tabel 3.1
Jumlah Penduduk Kota Bandung
Lelaki Perempuan Jumlah
1.079.258 1.063.579 2.142.837
(PBPP, 2001: )
Berdasarkan data potensi Kota Bandung sensus terakhir tahun 2000 berdasarkan buku saku program bagian pemberdayaan perempuan menunjukan bahwa jumlah penduduk laki-laki lebih besar dibandingkan dengan perempuan. Perbandingan jumlah penduduk ini tidak jauh berbeda dari seluruh jumlah penduduk pada sensus tahun 2000. Hal ini juga menunjukan bahwa potensi dan peluang kaum perempuan untuk berkembang juga sangat kurang jika dilihat dari angka partisipasi angkatan kerja perempuan Kota Bandung masih dibawah laki-laki karena bisa dapat dilihat dalam tabel tingkat pendidikan dibawah. Dengan melihat minimnya tingkat pendidikan maka pekerjaan yang dimiliki oleh kaum perempuan juga sangat terbatas dan gaji yang diterima juga sangat minim jika dibandingkan dengan kaum laki-laki.
Tabel 3.2
Tingkat Pendidikan
Lelaki Jenjang Pendidikan Perempuan
222.614 SD 264.924
172.008 SLTP 162.374
330.130 SLTA 266.174
127.022 Diploma/Univ 82.570
851.774 Jumlah 776.042
(PBPP, 2001: )
Tingkat pendidikan pada tabel 3.1. menunjukan bahwa jumlah penduduk berdasarkan sensus tahun 2000 jenjang pendidikan kaum perempuan jika dilihat dari SD, SLTP, SLTA, Diploma/Universitas semakin tinggi jenjang pendidikan semakin rendah pula angka tingkat pendidikan perempuan. Rendahnya tingkat pendidikan perempuan ini disebabkan oleh beberapa faktor krisis ekonomi, budaya/kultur dan kurang/tidak ada/jauh dari fasilitas pendidikan. Rendahnya tingkat pendidikan perempuan jika dilihat dari segi ekonomi maka penyebab krisis ekonomi dapat mengakibatkan kaum perempuan untuk tidak terlalu penting untuk melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi.
Hal ini juga dapat dilihat dari segi budaya bahwa kaum perempuan hanya bekerja di dapur dan melayani suami jadi tidak perlu melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Faktor rendahnya pendidikan ini karena anggapan masyarakat terhadap kaum perempuan itu masih sepeleh dalam hal pendidikan, dimana semakin tinggi jenjang pendidikan seorang perempuan juga dia akan kembali bekerja didapur.Dengan rendahnya tingkat pendidikan perempuan akibat beberapa faktor diatas maka tingkat putus sekolah juga semakin hari semakin meningkat jika dapat dilihat dalam tabel 3.3 dibawah.
Tabel 3.3
Tingkat Putus Sekolah
Lelaki Jenjang Pendidikan Perempuan
2.676 Pra-sekolah 9.812
84.770 SD 125.654
Tk SLTP Tk
Tk SLTA Tk
Tk Diploma/Univ Tk
(PBPP, 2001: )
Tingkat putus sekolah berdasarkan sensus penduduk tahun 2000 yang di ambil dalam buku saku program pemberdayaan perempuan Kota Bandung penyebabnya adalah krisis ekonomi, budaya, kurang/tidak ada/jauh dari fasilitas pendidikan. Jika dilihat dari krisis ekonomi tingkat putus sekolah lebih tinggi jika dibandingkan dengan penyebab yang lain. Krisis ekonomi penyebab utama tingkat putus sekolah yang ada di Kota Bandung berdasarkan sensus tahun 2000.
Penyebab Putus Sekolah
a. Krisis Ekonomi (72 %)
b. Budaya/Kultur (27 %)
c. Kurang/tidak ada/jauh dari fasilitas pendidikan (11 %)
Persentasi penyebab putus sekolah akibat krisis ekonomi lebih besar dibandingkan dengan kurang/tidak ada/jauh dari fasilitas pendidikan. Angka penyebab putus sekolah lebih besar karena krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia belum juga selesai maka semakin hari kaum perempuan memutuskan untuk melanjutkan sekolah lebih sedikit dan bekerja.
Tingkat Sosial Ekonomi Masyarakat
a. Pra Sejahtera ( 9,26 %)
b. Sejahtera I (14,32 %)
c. Sejahtera II (16,11 %)
Melihat tingkat ekonomi masyarakat Kota Bandung berdasarkan sensus terakhir Tahun 2000 maka dapat dikatakan bahwa tingkat sosial ekonomi masyarakat yang pra sejahtera lebih sedikit dibandingkan dengan sejahtera dua.
Tabel 3.4
Mata Pencaharian
Lelaki Profesi Perempuan
134.023 PNS/TNI 52.994
131.939 Swasta 109.028
389.880 Wirausaha/lain-lain 439.294
655.842 Jumlah 601.316
(PBPP, 2001: )
Berberdasarkan sensus tahun 2000 mata pencaharian Masyarakat Kota Bandung adalah PNS/TNI, Swasta, Wirausaha. Dari ketiga profesi di atas dapat disimpulkan bahwa kaum perempuan lebih sedikit bekerja sebagai profesi PNS/TNI, swasta dan wirausaha. Profesi yang paling bayak ditekuni kaum perempuan adalah wirausaha karena dengan menjalankan wirausaha kaum perempuan masih bisa mengurus rumah tangga. Hal ini juga disebabkan karena tingkat pendidikan kaum perempuan rendah sehingga peluang untuk bekerja lebih kepada sektor informal bukan sektor formal.
Tabel 3.5
Aktifitas Perempuan Dalam Pembangunan Wilayah
Kategori Bobot (%)
Aktif/terlibat langsung 27,93
Kadang-kadang 16,09
Kadang-kadang 16,09
Tidak Terlibat 55,98
J u m l a h 100
(PBPP, 2001: )
Melihat aktivitas perempuan dalam pembangunan berdasarkan sensus tahun 2000 dapat dikategorikan terlibat langsung sangat sedikit disebabkan karena aktifitas kaum perempuan diluar rumah atau bekerja disektor formal sangat sedikit sehingga keterlibatan aktifitas perempuan dalam pembangunan perempuan sangat kurang, dan jika dikategorikan dalam tidak terlibatnya kaum perempuan dalam aktifitas pembangunan wilayah karena tingkat pendidikan kaum perempuan dalam melakukan kegiatan pembangunan sangat kurang sehingga aktifitasnya lebih pada sektor informal yang dapat meningkatkan perekonomian keluarga dan kesejahteraan keluarga sehingga keterlibatan dalam pembangunan wilayah tidak ada
Tabel 3.6
Kegiatan Perempuan
Kategori Bobot (%)
Sebagai Ibu Rumah Tangga 78,6
Bekerja di luar rumah 7,3
Mempunyai industri rumah tangga atau kegiatan ekonomi rumah tangga lainnya
14,1
J u m l a h 100
(PBPP, 2001: )
Kegiatan perempuan jika penulis lihat dari sensus tahun 2000 di Kota Bandung dan kurangnya aktivitas kaum perempua dalam pembangunan wilayah karena lebih banyak kaum perempuan melakukan kegitan sebagi ibu rumah tangga. Dengan tingginya kegiatan perempuan sebagi ibu rumah tangga maka peluang lebih besar dalam melakukan profesi wirausaha. Dengan rendahnya kaum perempuan bekerja diluar rumah maka aktifitas perempuan dalam pembangunan wilayah juga sangat rendah jika dibandingkan dengan laki-laki dengan berbagai aktifitas diluar rumah maka aktifitas pembangunan wilayah juga sangat besar.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1. Pemberdayaan Perempuan di Bidang Ekonomi
Peranan pemerintah daerah dalam meningkatkan pemberdayaan perempuan di bidang ekonomi dengan melakukan berbagai upaya terpadu untuk mempercepat proses pengentasan perempuan dari kemiskinan dan mengurangi pengangguran yang merupakan dampak krisis ekonomi. Untuk mengurangi kemiskinan dan pengangguran perempuan di bidang ekonomi dan ketenagakerjaan, maka peran pemerintah daerah dapat dilihat melalui fungsi dasar pemerintah yaitu pemberdayaan.
4.1.1. Penciptakan Iklim Yang Kondusif Bagi Perngembangan Potensi Kaum Perempuan di Bidang Ekonomi.
Peranan pemerintah daerah dalam meningkatkan potensi kaum perempuan dibidang ekonomi melalui program program kerja yang sudah terealisasi selama berdirinya bagian pemberdayaan perempuan diantaranya meliputi:
1. Memberikan pelatihan keterampilan manajemen kewirausahan perempuan meliputi:
a. Pelatihan keterampilan perempuan dilaksanakan dalam kegiatan pelatihan menjahit.
Maksud dari pelatihan ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan serta keterampilan perempuan dibidang menjahit pakaian serta tujuannya meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan mengembangkan usaha potensinya bagi kesejahteraan keluarga dan masyarakat. Program ini juga memberikan wawasan serta keterampilan bagi perempuan sebagai upaya Pemerintah Kota Bandung untuk memberdayakan perempuan dalam pembangunan. Pelatihan keterampilan ini dilaksanakan dikelurahan binaan. Latihan ini diberikan kepada sumber daya manusia yang berpendidikan relatif rendah dan ditangani dengan sungguh-sungguh karena mempunyai daya dukung yang sangat kuat bagi perekonomian rakyat. Usaha konveksi/menjahit pakaian merupakan salah satu jawaban positif bagi pergerakan ekonomi rakyat yang dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan ekonomi Kota Bandung.
Potensi kaum wanita di bidang ekonomi ini dapat dikembangkan melalui program kerja yang sudah ada dan mendapat masukan dari pihal lain yang bekerja sama dalam menangani pemberdayaan perempuan seperti lembaga swadaya masyarakat, organisasi wanita dan lain-lain yang lebih menjangkau kepada sasaran masyarakat bawah. Hal ini merupakan masukan posistif bagi kemajuan dan pengembangan perekonomian perempuan. Dengan melihat minimnya tingkat pendidikan kaum perempuan akibat krisi ekonomi, budaya, serta tempat pendidikan jauh dari rumah maka peran dari lembaga non pemerintah yang selama ini bekerja sama dengan pemerintah seperti P2TP2 dapat memberikan kegiatan latihan yang berkaitan dengan kemajuan dan perkembangan kaum perempuan.
Minimnya tingkat pendidikan maka peluang kaum perempuan untuk bekerja diruang publik sangat minim pula, jika dapat dilihat dari kegiatan perempuan lebih besar sebagai ibu rumah tangga jika dibandingkan dengan perempuan yang bekerja diluar rumah. Dengan sebagian kegiatan perempuan bekerja sebagai ibu rumah tangga maka lebih cocok kaum perempuan bermata pencaharian sebagai wirausaha dengan cara meningkatkan perekonomian keluarga. Agar kaum perempuan mempunyai potensi yang dapat diandalkan dalam keluarga dimana dapat membantu perekonimian keluarga maka peranan pemerintah daerah dalam meningkatkannya melalui berbagai upaya melalui program-program yang sudah disediakan dan dapat diarahkan demi kemajuan bersama.
Motivasi yang diberikan pemerintah daerah kepada kaun perempuan dalam hal manajemen pengelolaan usaha, pengembangan desain, maupun pengembangan kualitas produksinya dan bantuan permodalan agar mampu berkembang dan bersaing dengan usaha-usaha lain yang sudah maju. Materi-materi yang diberikan dalam pelatihan keterampilan menjahit dalam bentuk materi serta latihan praktek menjahit. Materi-materi tersebut sebagai berikut: pola dasar badan (depan dan belakang), pola dasar tangan, pola dasar tangan (depan dan belakang), cetak kupnat, macam-macam leher, macam-macam kerah, macam-macam kerah setali, macam-macam rok, kulot, macam-macam tangan, rompi, cara memperpanjang blus, kebaya kartini, celana panjang, set dres, hem/kemeja, cara mengukur, cara membuat pola dasar ukur sendiri, memperpanjang pola diatas kertas, praktek memotong dan praktek menjahit.
Pelatihan ini diberikan kepada masyarakat pra sejahtera dikelurahan binaan. Warga yang diberikan pelatihan tersebut dapat dilihat dari kebutuhannya oleh petugas kelurahan yang telah didata. Pelatihan ini dilaksanakan rutin tahunan ditiap daerah binaan yang berbedah-bedah serta dilanjutkan dengan tahap pembordiran. Hal ini untuk meningkatkan kreativitas dan daya jual dari produksi.
b. Usaha mikro kredit
Usaha ini diberikan kepada seluruh masyarakat yang mau menjalankan usaha kecil-kecilan, dengan cara diberikan kredit dengan bunga yang sangat rendah tanpa adanya anjungan seperti rumah tanah dan lain sebagainya karena sasaran dari usaha ini adalah masyarakat ekonomi lemah atau pra sejahtera. Untuk memastikan dana yang dipinjam tersebut mencapai sasaran maka ada tim yang mensurvei keadaan dari peminjam atau sipenerima kredit yang sebenarnya sehingga dana tersebut dapat dikucurkan untuk melaksanakan usaha kecil tersebut.
Upaya dari usaha mikro kredit ini adalah untuk meningkatkan perekonomian keluarga pra sejahtera dan meningkatkan perekonomian Kota Bandung serta mengurangi angka kemiskinan. Dana yang di gunakan untuk membantu usaha kecil melalui usaha mikro kredit merupakan dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Peranan pemerintah daerah dalam meningkatkan perekonomian rakyat melalui usaha kredit mikro ini diberikan kepada masyarakat yang menjalankan usaha kecil seperti pedagang warung nasi, pedangang gorengan, dan pedagang kecil lainnya. Pedagang-pedagang ini lebih diperioritaskan oleh pemerintah daerah dalam meningkatkan kesejahteraan keluarganya dan mengurangi angka kemiskinan yang ada di Kota Bandung. Dengan upaya ini maka peranan pemerintah daerah semakin hari semakin berat dalam meningkatkan angka partisipasi angkatan kerja perempuan dan pendidikan kaum perempuan dalam berbagai bidang.
2. Pelatihan kepemimpinan
Untuk mewujudkan peningkatan pengetahuan kepemimpinan perempuan maka diberikan pelatihan manajemen dan kepemimpina perempuan dalam pembangunan dengan menggunakan modul dari kantor menteri Negara pemberdayaan perempuan Republik Indonesia yaitu:
1. Potensi dan peranan perempuan dalam pembangunan
2. Manajemen dan kepemimpinan perempuan
3. Menggerakan masyarakat
4. Perempuan sebagai manager program
Pelatihan kepemimpinan perempuan diberikan kepada kader gender, pemimpin/calon pemimpin diorganisasi, sebagai salah satu upaya meningkatkan kiprah perempuan dalam berbagai peranan dan posisi strategis yang relatif masih rendah dibandingkan pria supaya mampu dipersiapkan sebagai Pembina, penggerak, pelaku pembangunan serta pemanfaat hasil pembangunan baik dalam keluarga, masyarakat sebagai mitra sejajar pria.
Peranan pemerintah daerah dalam pemberdayaan perempuan dibidang ekonomi dilaksanakan melalui upaya penumbuhan minat dan motivasi dibidang usaha dan tenaga terampil melalui proses pembelajaran yang terarah dan berkelanjutan. Keseluruan upaya tersebut dilakukan melalui pendekatan kelompok dengan memberdayakan institusi masyarakat. Adapun upaya yang mengarah kepada peningkatan kualitas perempuan dan keluarganya sehingga keluarganya tersebut menjadi wirausaha dan tenaga terampil yang profesional Dengan demikian dapat dikatakan bahwa upaya-upaya yang akan dilaksanakan untuk mewujudkan kualitas peran perempuan dan kemandiriannya dibidang ekonomi dan peningkatan taraf kehidupan keluarga.
Setiap perempuan terutama perempuan yang masih tertinggal sesuai dengan potensi dan peluang yang ada, akan dibantu untuk mengembangkan dirinya. Upaya tersebut dilakukan dengan menumbuhkan semangat dan motivasi berusaha serta meningkatkan keterampilan terutama bagi para ibu/perempuan dari pasangan usia subur dan keluarga pra sejahtera.
4.1.2. Penguatan Potensi Perempuan untuk Berwirausaha
Ini merupakan peranan pemerintah daerah dalam meningkatkan pemberdayaan perempuan melalui upaya langkah-langkah positif, selain hanya menciptakan iklim dan suasana. Dalam hal ini kaum perempuan harus diberi kesempatan dengan membuka akses pada modal teknoligi, informasi, pasar dan berbagai peluang lainnya.
Langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan pendapatan melalui pengembangna produktifitas sumber daya manusia, maka bagi perempuan yang tidak memiliki minat usaha diarahkan pada peningkatan keterampilan sesuai dengan minat, bakat dan potensi diri. Peranan pemerintah daerah dalam meningkatkan pemberdayaan perempuan dibidang ekonomi melalui upaya-upaya yang perlu dilaksanakan dalam pengembangan keterampilan tersebut meliputi:
1. Peningkatan jaringan keterampilan
Peningkatan jaringan keterampilan adalah melakukan akses kepada lembaga/pusat kegiatan keterampilan agar dapat memberikan bantuan keterampilan yang dibutuhkan oleh kaum perempuan sesuai dengan bakat,minat dan potensi serta sesuai dengan tuntutan pasar kerja.
Tujuannya adalah untuk meningkatkan tenaga terampil yang dapat memenuhi kebutuhan kerja bahkan diharapkan mampu menciptakan lapangan kerja baru yang dapat menampung tenaga kerja lain.
Langkah-langkah peningkatan:
- Identifikasi potensi wilayah dan pusat keterampilan
Upaya ini untuk mendata minat, bakat yang dimiliki kaum perempuan agar dapat disalurkan ke pusat keterampilan sesuai dengan minat, bakat serta keahliannya. Hal ini merupakan langka awal dalam upaya pamerintah daerah dalam mengidentifikasi potensi-potensi kaum perempuan yang mereka miliki.
- Identifikasi bidang keterampilan yang dibutuhkan oleh kaum perempuan menyangkut bidang ekonomi industri kecil, perdagangan dan jasa.
Upaya yang dilakukan oleh kaum perempuan dibidang keterampilan yang berkaitan dengan ekonomi industri kecil seperti usaha kerajinan tangan yang akan dijadikan sebagai industri rumah tangga untuk membantu perekonomian perempuan, sedangkan perdagangan dan jasa yang dibutuhkan oleh kaum perempuan adalah keterampilan dalam berdagang dimana memberikan peluang kepada kaum perempuan untuk bekerja sama dengan pihak lain dalam meningkatkan perdagangan dan jasa yang diberikan.
- Membantu menghubungkan pusat-pusat keterampilan sesuai dengan bidang yang diminati oleh kaum perempuan.
Latihan keterampilan dapat menghasilkan suatu yang maksimal maka bidang yang diminati oleh kaum perempuan dapat di hubungkan sesuai dengan pusat-pusat keterampilan sama dengan minatnya.
- Memfasilitasi dana dan sarana pelatihan
Agar pelatihan keterampilan bisa berjalan sesuai dengan rencana seperti meningkatkan potensi ekonomi keluarga maka pemerintah dapat memfasilitasi dengan memberikan bantuan kredit dengan bunga yang sangat rendah untuk melanjutkan usaha kecil-kecilan serta sarana pelatihan keterampilan bagi mereka yang belum melaksanakan latihan tersebut
2. Pembinaan kemitraan pemanfaatan tenaga terampil
Pembinaan keterampilan pemanfaatan tenaga terampil merupakan upaya menggalang kerjasama dengan pihak instansi terkait baik pemerintah, swasta, LSM, maupun masyarakat dalam mendayagunakan kaum perempuan yang telah memiliki keterampilan dibidang tertentu.
Tujuannya adalah untuk memanfaatkan tenaga terampil yang dilatih sehinggah memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan bidang keterampilan yang dimilikinya dengan prinsip saling membutuhkan dan saling menguntungkan.
Langkah-langkahnya :
- Identifikasi kebutuhan kemitraan
Upaya mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan yang dimiliki oleh pihak-pihak yang bekerja sama agar manfaat tenaga terampil yang dilatih memperoleh pekerjaan sesuai dengan bidang yang dimilikinya dengan prinsip saling membutuhkan dan menguntungkan.
- Identifikasi potensi mitra usaha
Mengidentifikasi potensi yang dimiliki oleh mitra usaha agar dapat saling menguntungkan dalam hubungan kemitraan.
- Pendekatan kepada mitra usaha
Menjalin kerja sama dengan mitra usaha dengan berbagai instansi pemerintah atau non pemerintah dalam segala bidang melalui pendekatan-pendekatan kemitraan.
- Menghubungkan mitra usaha dengan anggota kelompok tenaga terampil
3. Pembinaan Modal Untuk Keterampilan
Pembinaan ini merupakan pembiayaan yang diperlukan untuk proses pembelajaran pelatihan dalam peningkatan keterampilan sumber daya manusia khususnya kaum wanita. Tujuannya membantu kaum wanita yang berminat meningkatkan keterampilan tetapi tidak memiliki dana untuk membiayai kegiatan pendidikan dan keterampilan tersebut.
Langkah-langkah :
- Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan jenis usaha
- Fasilitasi modal dan sarana
Pemerintah memberikan fasilitaas modal dan sarana untuk menunjang peningkatan keterampilan dalam hal meningkatkan kesejahteraan keluarga dan masyarakat.
- Pembinaan produksi
Memberikan pelatihan produksi kepada kaum perempuan untuk lebih produktif dalam meningkatkan keterampilannya.
- Pembinaan kemitraan
Memberikan pelatihan dan pembinan hubungan kerjasama agar hubungan antara pemberi dana dan yang menerimanya dapat bermitra dengan baik.
- Pembinaan pemasaran
- Pembinaan jalinan usaha
Potensi yang dimiliki oleh kaum perempuan ini bisa berkembang sesuai dengan rencana maka pemerintah daerah bekerja sama dengan pihak luar seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Organisasi Wanita, P2TP2 dan lainnya yang sering menangani pemberdayaan perempuan karena pemerintah daerah hanya sebagai penentu kebijakan dimana LSM dan organisasi wanita tersebut yang menangani secara langsung permasalahan yang berkaitan dengan pemberdayaan perempuan. Hal ini dapat dilihat bahwa bagian pemberdayaan perempuan kota Bandung sebagai pemerintah daerah dalam menangani pemberdayan perempuan mempunyai kepanjangan tangan melalui suatu organisasi perempuan yang disebut sebagai pusat pelayanan terpadu pemberdayaan perempuan. Dimana P2TP2 ini sebagai pusat pelayanan bagi perempuan yang menghadapi berbagai masalah yang ditangani oleh divisi-divisi yang ada di P2TP2.
4.1.3. Pemberdayakan dalam arti Memberikan kesempatan Kepada Perempuan Untuk Meningkatkan Ekonominya
Dalam rangka mengembangkan perekonomian yang mandiri dan terpadu kaum perempuan harus dipersiapkan mentalnya dalam menghadapi berbagai macam kegiatan latihan untuk meningkatkan potensi yang dimilikinya, seperti dalam hal persaingan menjalankan dan mengembangkan kewirausahaan. Mengembangkan kewirausahaan ini harus memiliki dasar-dasar pengaturan dan pengelolaan kewirausahaan tersebut. Sasaran pemerintah daerah untuk meningkatkan pemberdayaan perempuan di bidang ekonomi adalah kalangan menengah kebawah atau keluarga pra sejahtera, maka perlu adanya pelatihan keterampilan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga dan masyarakat.
Jika dilihat dari perekonomian, kesejateraan kaum perempuan masih dibawah laki-laki sehingga rentan sekali mengalami kekerasan dan pelecehan. Maka dari itu pemerintah daerah juga berupaya dalam perlindungan hukum sehingga yang lemah tidak bertambah lemah ditindas oleh yang berkuasa seperti pada masyarakat patriakis kaum perempuan yang bekerja dianggap hanya sebagai pekerja sampingan dan bukan sebagai pekerja yang dapat membantu perekonomian keluarga.
Dengan kemajuan dan perkembangan zaman anggapan pekerja perempuan sebagai pekerja sampingan semakin berkurang karena pekerja perempuan semakin berkembang dan lebih banyak sebagai pekerja yang dapat membantu perekonomian keluarga dimana krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia belum berakhir dan harga-harga semakin meningkat, hal ini memacu kaum perempuan lebih keras bekerja untuk meningkatkan kesejatraan keluarganya.
Untuk mencegah agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti perdangan perempuan dibawah umur sebagai pekerja seks komersial baik didalam negeri maupun di luar negeri karena faktor minimnya perekonomian keluarga maka bagian pemberdayaan perempuan bekerja sama dengan RPK POLDA Jawa Barat dalam rangka melindungi tindak kekerasan dan pelecehan terhadap perempuan. Adapun upaya dari RPK adalah untuk menindas oknum-oknum yang terlibat dalam perdagangan perempuan dibawah umur. Hal ini merupakan salah satu upaya dan pemerintah daerah untuk menerapkan perlindungan hukum terhadap kaum perempuan.
Upaya bagian pemberdayaan perempuan untuk meningkatkan pemberdayaan perempuan dibidang ekonomi yang sudah direalisasikan dalam bentuk pelatihan keterampilan perempuan melalui kegiatan pelatihan menjahit. Program ini untuk memberikan wawasan serta keterampilan bagi perempuan sebagai upaya pemerintah Kota Bandung untuk memberdayakan perempuan dalam pembangunan, diselenggarakan di kelurahan Braga dan kelurahan Kebon Pisang Kecamatan Sumur Bandung sebagai warga binaan angkatan ke IV tahun 2002 dengan peserta sebanyak 40 (empat puluh) orang dengan menggunakan anggaran pendapatan dan belanja daerah.Waktu pelaksanaan pelatihan keterampilan ini pada tanggal 20 Mei sampai dengan 25 Juni 2002 dengan bertempat di kantor Rukun Warga (RW). 07 Kelurahan Braga untuk peserta kelurahan Braga, dan Aula Kecamatan Sumur Bandung untuk peserta dari Kelurahan Kebon Pisang.
Sasaran bagian pemberdayaan perempuan dalam latihan keterampilan ini adalah kaum perempuan di kelurahan binaan yang di kategorikan berpendidikan relatif rendah, Maka dengan diadakannya latihan menjahit ini untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia perempuan yang merupakan salah satu sasaran dari bagian pemberdayaan perempuan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sasaran dari bagian pemberdayaan perempuan ini belum sepenuhnya mencapai sasaran walaupun sasaran sudah mengarah kepada peningkatan kualitas dan peranan kemandirian perempuan. Sasaran pemberdayaan belum sepenuhnya tercapai karena hanya sebagian perempuan yang diberi kesempatan untuk mengikuti latihan keterampilan ini dan di sadari juga bahwa bagian pemberdayaan perempuan sekretariat Kota Bandung masih baru untuk mencapai sasaran yang maksimal. Dengan adanya latihan menjahit ini merupakan suatu kebanggaan dimana bagian pemberdayaan perempuan yang masih baru dan berani dalam membuat program tetap bagi kemajuan dan kemandirian kaum wanita yang berpendidikan relatif rendah. Perlu dikatan juga bahwa hasil dari evaluasi kegiatan keterampilan menjahit kepada warga binaan, mereka umumnya awam dan baru mengikuti pelatihan tingkat dasar, untuk itu bagia pemberdayaan perempuan mendapat kendala dalam pengembangan, peningkatannya baik dalam kualitas produk, design produk maupun keterampilan pemasarannya yang relatif rendah, sehingga kurang berdaya saing.Untuk itu perlu dilaksanakan kegiatan lebih lanjut berupa pembinaan/penyuluhan meliputi:
1. Peningkatan keterampilan dalam hal pemilihan bahan yang baik, design maupun kualitas produk
2. Keterampilan pemasaran
3. Bantuan permodalan melalui kredit usaha kecil dengan tingkat bunga rendah, sehingga mereka mampu berusaha secara kompetitif.
Upaya untuk melanjutkan kegiatan ini pada tahun berikutnya yaitu tahhun 2003, dengan keterampilan bordir kepada dua puluh orang peserta alumni menjahit.
Usaha mikro kredit ini diberikan kepada masyarakat kurang mampu yang ada disekitar P2TP2 Kiara Condong.Warga yang diberikan kredit ini adalah meraka yang menjalankan usaha kecil seperti warung nasi, tukang gorengan, dan usaha kecil lainnya. Upaya ini untuk meningkatkan perekonomian rakyat kecil tanpa memandang laki-laki atau perempuan. Upaya ini sudah mencapai pada sasarannya dimana dapat membantu masyarakat kalangan ekonomi menengah kebawah untuk meningkatkan perekonomian keluarga mereka dengan cara menjalankan usaha-usaha kecil.
Upaya pelatihan kepemimpinan perempuan ini dengan tujuan mempersiapkan kepemimpinan perempuan yang terampil dalam berbagai segi kehidupan dan pembangunan. Pelatihan manajemen kepemimpinan perempuan dalam pembangunan angkatan VI tahun 2002 mengikut sertakan kader gender/pengurus/calon pimpinan gerakan organisasi wanita, koperasi, Pendidikan Kesejahteraan Keluarga (PKK), KNPI, darma wanita Kota Bandung, darma wanita persatuan Kelurahan/Kecamatan Kota Bandung sebanyak 35 (tiga puluh lima) orang peserta dengan anggaran APBD. Latihan kepemimpinan berlangsunng pada tanggal 18 sampai dengan 23 November 2002, yang bertempat di Bale Karya Wanoja (P2TP2) Jalan Kiara Condong Nomor 84 Bandung.
Salah satu peranan pemerintah daerah melalui berbagai upaya dari bagian pemberdayaan perempuan ini mencapai pada sasaran meningkatkan kualitas sumber daya manusia perempuan dalam perumusan kebijakan dan mengambil keputusan secara adil dan proporsional diberbagai bidang kehidupan. Dimana sasaran dari pelatihan kepemimpinan perempuan ini sudah tercapai melalui ketua-ketua organisasi wanita dalam mengikuti pelatihan ini.
Untuk itu dapat dikatakan bahwa peranan pemerintah daerah dalam meningkatkan pemberdayaan perempuan di bidang ekonomi melalui latihan-latihan keterampilan serta upaya memberikan kredit kepada masyarakat ekonomi menengah kebawah untuk menjalankan usaha kecil menengah agar meningkatkan kesejahteraan keluarga dan masyarakat.
4.2. Pemberdayan Perempuan di Bidang Ketenaga Kerjaan
Peranan pemerintah daerah dalam meningkatkan pemberdayaan perempuan di bidang ketenaga kerjaan dapat diusahakan melalui kegiatan-kegiatan praktis atau kebijakan-kebijakan pemerintah. Bagi pemerintah daerah tingkat kehidupan tenaga kerja di bawah standar, serta peningakatan karier yang sangat terbatas perlu diperbaiki sebab kebijakan menciptaan lapangan kerja perlu diimbangi dengan peneriman kondisi kerja yang baik. Ini berarti bahwa tiap-tiap orang yang bekerja berhak memperoleh penghasilan yang cukup untuk hidup layak bagi diri dan keluarganya. Dengan kata lain kuantitas dan kualitas dalam hal lapangan kerja adalah sama pentingnya. Disamping itu juga tenaga kerja merupakan bagian dari proses produksi yang terpenting dan karena mereka adalah manusia maka perlu diberi perhatian secara baik dengan segala harkat dan martabatnya.
4.2.1. Penciptakan Iklim Yang Kondusif Bagi Perngembangan Potensi Kaum Perempuan di Bidang Ekonomi.
Ini merupakan upaya memberdayakan perempuan dimulai dengan menciptakan suatu iklim yang memungkinkan potensi kaum perempuan berkembang. Upaya ini bertitik tolak pada pengenalan bahwa setiap manusia laki-laki dan perempuan masing-masing memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Pemberdayaannya dengan mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang milikinya serta berupaya untuk mengembangkannya.Dalam hal ini potensi yang sudah dimiliki oleh kaum perempuan ini jika tidak dimotivasi dan didorong maka potensi yang sudah dimiliki tersebut tidak akan maju dan berkembang.
Peranan pemerintah daerah dalam meningkatkan pemberdayaan perempuan dibidang ketenagakerjaan melalui upaya meningkatkan kualitas hidup maupun kesejahteraan pekerja perempuan terutama melalui proses pemberdayaan. Pemberdayaan adalah upaya memberikan peluang serta kesempatan kepada pekerja untuk meningkatkan potensi dan kemampuan yang dimiliki, serta secara mandiri menentukan masa depan yang mereka inginkan.
Untuk meningkatkan kualitas peranan perempuan dan kemadirian kaum perempuan di bidang ketenagakerjaan diperlukan adanya upaya dari pemerintah daerah melalui bagian pemberdayaan perempuan yang bekerjasma dengan dinas tenaga kerja yang ada di Kota Bandung diantanya:
1. Cara pandang masyarakat terhadap buruh perempuan
Dalam banyak hal cara pandang ini berdampak pada terbatasnya akses, buruh perempuan untuk meningkatkan kesejahteraan dalam suatu perusahaan. Sementara disisi lain, kehidupan masyarakat diwarnai oleh struktur budaya masyarakat yang patriaki, dimana pengakuan atas eksistensi laki-laki lebih besar dari pada perempuan, khususnya dalam ruang publik. Perempuan bekerja diruang publik bukanlah sesuatu yang diinginkan masyarakat patriakis. Oleh karena itu dalam banyak hal dapat berakibat pada perlakuan-perlakuan yang tidak adil dan tidak menguntungkan bagi buruh perempuan yang bekerja. Persoalan utama ini tidak terlepas dari paradigma berpikir masyarakat yang masih memandang perempuan dengan sebelah mata. Perempuan masih dianggap sosok yang lemah dan bahkan tidak pantas untuk bekerja dan pada akhirnya perempuan tersebut bekerja dianggap sebagai aktivitas sampingan bukan sebagai aktivitas utama. Untuk itu maka pemerintah berusaha agar pandangan tentang perempuan yang bekerja tidak perlu memperhatikan aspek-aspek kesejahteraan, bahkan karir tidak menjadi sumber utama dalam ekonomi keluarga. Anggapan ini sedikit demi sedikit dapat dihindari karena kondisi buruh perempuan sekarang jauh berbeda dan dalam banyak hal kinerja buruh jauh lebih baik dari pada laki-laki. Hal itu maka hak-hak buruh perempuan dapat dihormati dan diperhatikan oleh pemilik modal ataupun pemerintah.
2. Perlindungan dan penegakan hukum yang lebih memihak kepada buruh perempuan.
Pemerintah daerah bekerja sama dengan badan legislatif di daerah dalam rangka membawa aspirasi dari buruh untuk merevisi peraturan-peraturan yang berkaitan dengan ketenagakerjaan, dimana menerapkan tentang sistem kontrak buruh yang sebenarnya tidak dapat diterapkan pada buruh perempuan. Hal ini melanggar hak asasi manusia untuk mendapatkan kesempatan dalam memperoleh pekerjaan, seperti dalam UU No. 13 Tahun 1999 telah dengan tegas-tegas membatasi kesempatan karir buruh perempuan yang menjadi buruh kontrak tidak diberi tunjangan melahirkan.
3. Mengupayakan bahwa perusahaan hendaknya mengubah persepsi tentang keuntungan perusahan. Persepsi keuntungan perusahan selama ini hanya dipahami sebagai keuntungan materil. Lingkungan kerja yang sehat, buruh perempuan yang terlindungi, kesejahteraan karyawan yang baik adalah bentuk-bentuk keuntungan perusahaan
Pemberdayaan perempuan di bidang ketenagakerjaan dapat dilaksanakan melalui :
1. Memberikan jaminan perlakuan secara adil terhadap pekerja dan memberikan tingkat kesejahteraan yang memadai
2. Meningkatkan kemampuan fisik yang terlihat pada penguasaan keterampilannya sesuai dengan jenis pekerjaannya.
3. Membina tenaga kerja perempuan melalui pelatihan-pelatihan keterampilan sehingga tenaga kerja atau buruh perempuan dapat memiliki keahlian khusus selain sebagai buruh di suatu perusahaan.
4. Memberikan jaminan kesehatan kepada tenaga kerja perempuan misalnya memberikan pil zat besi kepada tenaga kerja perempuan agar tidak terjadi anemia atau kurang darah pada karyawan perempuan.
Adapun upaya lain yang diberikan pemerintah daerah untuk meningkatkan pemberdayaan perempuan di bidang ketenagakerjaan melalui perusahaan-perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja perempuan. Perusahaan-perusahaan ini akan dinilai atau dilombakan oleh pihak yang terkait atau pemerintah daerah bekerja sama dengan dinas tenaga kerja dalam hal penilaian terhadap perusahaan tersebut sudah layak dalam membina dan melindungi hak-hak tenaga kerja wanita.
Sasaran pemerintah daerah dalam meningkatkan pemberdayaan perempuan dibidang ketenagakerjaan wanita adalah buruh pabrik. Sedangkan P2TP2 sebagai lembaga non pemerintah dimana berada langsung dibawah bagian pemberdayaan perempuan Kota Bandung menangani seluruh tenaga kerja perempuan baik sebagai pekerja rumah tangga ataupun buruh pabrik. Hal ini dapat dilihat bahwa di P2TP2 mempunyai divisi yang menangani ketenagakerjaan yaitu divisi pelayanan dan kosultasi, dimana divisi ini memberikan pelayanan kepada tenaga kerja perempuan yang mengalami tindakan kekerasan atau pelecehan sexsual ditempat kerja.
- pola baju kebaya tradisional
Penguatan Potensi Perempuan untuk Bekerja
Memperkuat potensi yang dimiliki oleh kaum perempuan ini merupakan langkah upaya yang sangat positif, selain dari hanya menciptakan iklim dan suasana. Dalam hal ini kaum perempuan diberikan kesempatan dengan membuka akses pada modal, teknologi informasi, pasar, dan berbagai peluang lainnya.
Kesempatan yang diberikan kepada kaum perempuan untuk meningkatkan kesempatan kerja mereka melalui latihan-latihan yang diberikan untuk meningkatkan kinerjanya. Dilihat dari mata pencahariannya maka kaum perempuan lebih besar bekerja sebagai wirausaha dalam arti pekerjaan lebih kepada ruang lingkup didalam rumah jika dibandingkan dengan kaum laki-laki yang lebih banyak berprofesi sebagai PNS/TNI dalam arti mereka lebih banyak bekerja atau berprofesi diluar rumah atau lebih banyak keruang publik. Dengan sedikitnya kaum perempuan terlibat dalam ruang publik namun kualitas perempuan yang terlibat dalam ruang publik yang bekerja dalam sektor formal memiliki kinerja lebih baik dibandingkan dengan kinerja laki-laki.- pola kebaya jawa
Untuk meningkatkan atau memperbaiki nasib kaum buruh/tenaga kerja ada ditangan buruh/tenaga kerja itu sendiri. Dimana untuk meningkatkan dan memperjuangkan kesejahteraannya dibentuklah organisasi atau serikat buruh sebagai alat untuk mencapai tujuan tersebut. Namun dalam prakteknya masih jauh dari harapan, meskipun pemerintah sudah meratifikasi konvensi Internasional Labor Organization (ILO) Nomor 87 tentang kebebasan berserikat dan hak untuk berorganisasi serta konvensi ILO No 98 mengenai hak untuk melakukan tawar-menawar secara kolektif.. Dimana keberadaan buruh secara kolektif masih sulit karena bertumpuknya kendala, dari masih kuatnya kontrol pemilik modal, manajemen pabrik yang represif sehingga kondisi buruh sendiri yang membuat organisasi tidak stabil.- pola dasar kemben kebaya
Pemerintah daerah bekerja sama dengan berbagai pihak seperti LSM,P2TP2, organisasi wanita dalam memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja perempuan. Langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah daerah untuk meningkatkan pemberdayaan perempuan di bidang ketenagakerjaan adalah:
1. Peningkatan jaringan keterampilan
Peningkatan jaringan keterampilan adalah melakukan akses kepada lembaga/pusat kegiatan keterampilan agar dapat memberikan bantuan keterampilan yang dibutuhkan oleh kaum perempuan sesuai dengan bakat,minat dan potensi serta sesuai dengan tuntutan pasar kerja.
Tujuannya adalah untuk meningkatkan tenaga terampil yang dapat memenuhi kebutuhan kerja bahkan diharapkan mampu menciptakan lapangan kerja baru yang dapat menampung tenaga kerja lain.
2. Menjamin kondisi kerja yang aman dan sehat bagi tenaga kerja perempuan, dengan cara memberikan tunjangan kesehatan dan jaminan sosial tenaga kerja bagi buruh perempuan, serta upah yang adil dan imbalan yang sesuai dengan pekerjaan yang senilai tanpa pembedaan dalam bentuk apapun.
3. Memberikan kesempatan yang sama kepada tenaga kerja perempuan untuk dipromosikan kejenjang yang lebih tinggi, tanpa didasari pertimbangan apapun selain senioritas dan kemampuannya.
4.2.3. Pemberdayaan Dalam arati Memberikan Kesempatan Kepada Perempuan Untuk Bekerja di Ruang Publik.
Divisi ini memberikan pendampingan apabila kasus yang dialami korban masih bisa diatasi oleh divisi yang di P2TP2, dan apabila kasusnya sudah tidak bisa ditangani oleh P2TP2 maka kasus tersebut diserahkan kepada pihak yang berwajib, dimana P2TP2 bekerja sama dengan Ruang Pelayanan Khusus (RPK) yang menangani tindak kekerasan baik secara fisik maupun secara psikologis. RPK adalah ruang khusus yang tertutup dan nyaman di kesatuan POLRI, dimana perempuan dan anak korban kekerasan dalam rumah tangga dan kekerasan atau pelecehan seksual dapat melaporkan kasusnya dengan aman kepada polisi wanita yang empatik, penuh pengertian dan profesional dalam menjalankan tugasnya sebagai pelayanan tindak kekerasan.
Secara umum hukum Indonesia belum menangani secara serius tentang perlindungan tenaga kerja wanita di dalam negeri maupun di luar negeri. Hal ini dilihat dari berbagai kasus yang terjadi dimana pekerja rumah tanggah dianiaya oleh majikan baik itu di luar negeri maupun didalam negeri, sejauh ini penanganan dari pihak aparat terhadap pelaku tindak kekerasan belum mencapai maksimal walaupun sudah ada upaya menuju kearah perlindungan hukum. Hal lainpun terjadi pada tenaga kerja perempuan sebagai buruh pabrik dimana selama ini kebijakan yang dikelurkan oleh pihak perusahaan tidak selalu berpihak kepada tenaga kerja wanita seperti upah/gaji laki-laki lebih besar dibandingkan upah/gaji wanita dimana waktu kerjanya sama. Hal ini menunjukan diskriminasi antara perempuan dan laki-laki masih terjadi di dunia kerja.
Persoalan yang tidak kalah penting dan perlu perhatian khusus bagi buruh perempuan adalah masalah perlindungan sosial. Hasil penelitian menunjukan, masalah perlindungan sosial khusus bagi buruh perempuan ini belum bisa diterapkan oleh sejumlah perusahaan. Bahkan ada perusahaa yanng dengan tegas menyatakan, perlindungan sosial itu tidak bisa disediakan karena akan menambah biaya operasional.
Tidak adanya perlindungan khusus bagi buruh perempuan ini tentu tidak terlepas dari pemahaman perusahaan terhadap buruh perempuan yang masih dipandang sepele. Sejumlah pandangan perusahaan terhadap buruh perempuan tersebut dalam banyak hal berimlikasi pada munculnya sejumlah kebijakan perusahaan yang secara mayoritas membatasi ruang gerak buruh perempuan untuk memperoleh hak-haknya, seperti cuti haid dan izin menyusui. Hal ini menunjukan bahwa perlindungan terhadap buruh perempuan masih menjadi suatu agenda utama dalam ketenagakerjaan di Indonesia.- pola kebaya kutubaru
Adapun kewajiban-kewajiban dari negara untuk menghormati, melindungi, dan menjamin hak-hak buruh, diantaranya:
1. Hak atas pekerjaan
2. Upah yang adil dan kodisi yang layak bagi buruh beserta keluarga
3. Kondisi kerja yang aman dan sehat
4. Pembatasan waktu kerja, libur, dan istirahat dengan tetap mendapat gaji dan imbalan
5. Kesempatan yang sama untuk mendapat promosi
6. Hak untuk berserikat, membentuk dan bergabung dengan serikat buruh
7. Hak untuk mogok
8. Hak atas jaminandan asuransi sosial dan
9. Cuti melahirkan dengan tetap mendapat gaji atau jaminan sosial yang memadai
Dengan demikian pemerintah daerah harus lebih memberdayakan dan melindungi tenaga kerja perempuan agar tidak terjadi pelecehan seksual ditempat kerja.
Secara umum bagian pemberdayaan perempuan melaksanakan program kegiatan yang berkaitan dengan pemberdayaan perempuan dibidang ketenagakerjaan sudah dapat direalisasikan adalah bekerja sama dengan pihak-pihak terkait seperti dinas tenaga kerja dimana memberikan evaluasi kepada perusahaan-perusahaan yang mempekerjakan tenagakerja perempuan dan sejauh mana pihak perusahaan memberikan jaminan dan perlindungan kepada tenaga kerja perempuan tersebut. Hal dapat memacu pihak-pihak perusahaan untuk terlibat dalam kegiatan ini.
Adapun upaya lain dari bagian pemberdayaan perempuan dalam meningkatkan pemberdayaan perempuan dibidang ketenagakerjaan adalah memberikan kesehatan kepada pekerja perempuan dengan cara memberikan pil zat besi untuk mencega terjadinya anemia/kurang darah pada tenaga kerja perempuan yang sedang hamil atau tidak, hal ini dilaksanakan untuk menunjukan bahwa kepedulian kaum perempuan terhadap kaumnya sendiri tidak diabaikan.Dengan diadakannya upaya diatas jika dilihat hanya sedikit kegiatan yang mencapai pada sasaran buruh perempuan, karena tidak semua perusahaan yang ada langsung diberikan pil zat besi serta penilain-penilain tentang perlindungan terhadap tenaga kerja perempuan tersebut dimana program ini masih berjalan dua tahun dan bagian pemberdayaan perempuan juga masih baru dan walaupun upaya yang sudah dilaksanakan ini sudah mancapai sasaran walaupun masih belum maksimal. Untuk itu maka bagian pemberdayaan perempuan lebih banyak bekerja sama dengan berbagai pihak seperti LSM, organisasi wanita serta membentuk P2TP2 yang selama ini menjadi kepanjangan tangan dari pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat untuk membantu arah kedepan dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia perempuan yang terampil dalam berbagai bidang serta kesehatan tenaga kerja perempuan.
Upaya bagian pemberdayaan perempuan ini perlu dukungan dari semua pihak baik di pemerintahan dan lembaga-lembaga non pemerintahan karena tanpa dukungan dari semua pihak ini semua yang sudah direncanakan tidak akan terealisasi. Maka dukungan dan partisipasi sangat diperlukan dalam hal membangun sumberdaya manusia khususnya perempuan dalam meningkatkan angka partisipasi kerja.
BAB V
KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai peranan pemerintah daerah untuk meningkatkan pemberdayaan perempuan di bidang ekonomi dan ketenagakerjaan maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Peranan pemerintah daerah dalam meningkatkan pemberdayaan perempuan dibidang ekonomi dengan cara memberikan pelatihan keterampilan menjahit kepada kaum perempuan, usaha mikro kredit, dan latihan kepemimpinan perempuan. Dimana latihan keterampilan dan usaha mikro kredit ini diberikan kepada masyarakat dimana tingkat ekonominya masih dibawah standar atau pra sejahtera agar dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga melalui usaha-usaha yang di berikan oleh pemerintah daerah.
Peranan ini mengarah kepada sasaran pemerintah daerah yaitu golongan menengah kebawah, sehingga langkah-langkah yang diambil untuk meningkatkan pemberdayaan perempuan mencapai pada tujuannya yaitu meningkatkan kesejateraan keluarga dan masyarakatnya serta mengurangi angka kemiskinan.
2. Peranan pemerintah daerah dalam meningkatkan pemberdayaan perempuan dibidang ketenagakerjaan melalui usaha kegiatan pelatihan keterampilan yang dapat meningkatkan kualitas tenaga kerja dimana tingkat kehidupan tenaga kerja masih dibawah standar. Dimana sasaran pemerintah daerah dalam meningkatkan pemberdayaan perempuan dibidang ketenagakerjaan adalah buruh pabrik. Untuk itu maka pemerintah daerah bekerja sama dengan P2TP2 untuk memberikan latihan-latihan keterampilan serta memberikan perlindungan hukum kepada tenagakerja perempuan. Adapun upaya dari pemerintah dalam memberikan kesehatan kepada tenaga kerja perempuan, misalnya memberikan pil zat besi untuk mencega terjadinya anemis atau kurang darah pada tenaga kerja perempuan.
- cara membuat pola kebaya modifikasi
5.2. Saran
Adapun saran yang dapat penulis berikan setelah menganalisis hasil penelitian mengenai upaya pemerintah daerah untuk meningkatkan pemberdayaan perempuan dibidang ekonomi dan ketenagakerjaan, Bagian Pemberdayaan Perempuan Kota Bandung, adalah sebagai berikut:
1. Bagian pemberdayaan perempuan Kota Bandung sebagai pemerintah daerah harus memberikan latihan keterampilan tidak hanya di kelurahan binaan tetapi juga pada kelurahan-kelurahan yang masih tertinggal dan membutuhkan latihan keterampilan.
2. Bagian pemberdayaan juga harus lebih mengarahkan sasaran pemberdayaan perempuan dibidang ketenagakerjaan pada tenaga kerja rumah tangga, dimana bagian pemberdayaan perempuan dapat bekerja sama dengan organisasi wanita/LSM untuk membina yayasan-yayasan yang menyalurkan pembantu rumah tanggah, agar tidak terjadi kasus-kasus penganiayaan pembantu.
3. Bagian pemberdayaan perempuan juga harus memberikan kontrol kepada masyarakat yang telah diberikan pelatihan agar tidak terjadi penyalahgunaan dana bantuan yang telah diberikan pemerintah daerah dan arahan yang diberikan dalam bentuk latihan tersebut tidak direalisasikan oleh kaum perempuan yang telah diberikan latihan.
4. Bagian pemberdayaan perempuan harus lebih banyak bekerja sama dengan pihak pihak yang terkait seperti LSM, organisasi perempuan, P2TP2, serta lembaga-lembaga bantuan hukum agar dapat membela kasus-kasus yang berkaitan dengan tenaga kerja perempuan.
Dengan adanya informasi yang kami sajikan tentang pola membuat kebaya kartini
, harapan kami semoga anda dapat terbantu dan menjadi sebuah rujukan anda. Atau juga anda bisa melihat referensi lain kami juga yang lain dimana tidak kalah bagusnya tentang CAPE BLAZER
. Sekian dan kami ucapkan terima kasih atas kunjungannya.
buka mesin jahit : http://elib.unikom.ac.id/download.php?id=2186