Kamis, 09 Januari 2020

Mitos Tentang Menulis

Siapapun bisa menulis atau mengarang, bukan bakat yang menentukan, tetapi minat, antusiasme, dan kesanggupan untuk terus berlatihlah yang akan membuat seseorang berhasil sebagai seorang penulis. Kurang lebih seperti itulah ungkapan sebagian besar penulis tenar yang telah berhasil menelurkan buku best seller di pasaran yang laris manis bak kacang goreng. Ini artinya saya, Anda, kita semua dapat menjadi penulis. Tidak hanya sekedar menulis, tetapi juga menjadi penulis yang baik.

Hanya saja proses menulis selalu tidak mudah, perlu adanya proses belajar dan berlatih secara terus menerus. Menulis merupakan aktivitas menuangkan pikiran secara sistematis kedalam bentuk tertulis. Menulis juga merupakan kegiatan memikirkan, menggali, dan mengembangkan suatu ide dan menuangkannya dalam bentuk tulisan. Pada prinsipnya, mau seperti apapun pengertian yang dikemukakan tentang menulis ini, menulis merupakan bentuk komunikasi verbal atau komunikasi berbahasa yang menggunakan simbol-simbol tulis sebagai medianya.

Lalu apakah fungsi dan tujuan menulis? Sebagai sebuah kegiatan berbahasa, menulis memiliki sejumlah fungsi dan tujuan sebagai berikut;
  1. Fungsi personal, yaitu mengekspresikan pikiran, sikap, atau perasaan pelakunya yang diungkapkan melalui surat atau buku harian.
  2. Fungsi instrumental (direktif), yaitu mempengaruhi sikap dan pendapat orang lain.
  3. Fungsi interaksional, yaitu menjalin hubungan sosial.
  4. Fungsi heuristik, yaitu belajar atau memperoleh informasi, dan
  5. Fungsi estetis, yaitu untuk mengungkapkan atau memenuhi rasa keindahan.


Berbagai fungsi dan tujuan yang disebutkan diatas tidaklah selalu hadir sendiri-sendiri. Artinya dalam satu kegiatan menulis akan terdapat lebih dari satu fungsi tersebut. Dari sini maka kita tahu bahwa menulis besar sekali manfaatnya baik bagi diri sendiri maupun orang lain yang membaca tulisan kita. Graves (1978), seorang tokoh yang telah banyak melakukan penelitian tentang pembelajaran menulis menyampaikan manfaat menulis yaitu sebagai berikut;

1. Menulis Mengembangkan Kecerdasan
Menulis merupakan aktivitas yang kompleks. Dalam menulis dituntut mampu mengharmoniskan berbagai aspek seperti pengetahuan tantang topik yang akan dituliskan, kebiasaan menata isi tulisan secara runtut dan mudah dicerna, wawasan dan keterampilan meracik unsur-unsur bahasa sehingga tulisan menjadi enak untuk dibaca, serta kesanggupan menyajikan tulisan yang sesuai dengan kaidah penulisan. Untuk dapat menulis seperti itu, maka seorang calon penulis diantaranya memerlukan kemauan dan kemampuan mendengar, melihat, membaca dengan baik, memilah, memilih, mengolah, mengorganisasikan, menyimpan informasi yang diperoleh, menganalisis sebuah persoalan dari berbagai perspektif, memprediksi karakter dan kemampuan pembaca serta menata tulisan secara logis, runtut, dan mudah dipahami.

Dalam menulis terdapat 9 (sembilan) proses berpikir yaitu sebagai berikut;
  1. Mengingat apa yang dipelajari, dialami, dan diketahui sebelumnya, yang tersimpan dalam rekaman ingatan seorang penulis berkenaan dengan apa yang ditulisnya.
  2. Menghubungkan apa yang telah dipelajari, dialami, dan diketahui sebelumnya, yang berkaitan dengan sesuatu yang ditulis seseorang, sehingga berbagai informasi itu saling terkait satu sama lain dan membentuk satu keutuhan.
  3. Mengorganisasikan informasi/pengetahuan yang dimiliki sehingga mempermudah penulis untuk mengingat dan menatanya dalam menulis.
  4. Membayangkan ciri atau karakter dari apa yang telah diketahui dan dialamu sehingga tulisan menjadi lebih hidup.
  5. Memprediksi atau meramalkan bagian tulisan selanjutnya, ketika menyusun bagian tulisan sebelumnya. Perilaku berpikir ini akan menjadikan tulisan yang dihasilkan mengalir dengan lancar, runtut, dan logis.
  6. Memonitor atau memantau ketepatan tataan dan kaitan antar satu bagian tulisan dengan bagian tulisan yang lainnya.
  7. Menggeneralisasikan bagian demi bagian informasi yang ditulis kedalam sebuah kesimpulan.
  8. Menerapkan informasi atau sebuah kesimpulan yang telah disusun kedalam konteks yang baru.
  9. Mengevalusai apakah seluruh informasi yang diperlukan dalam tulisan telah cukup memadai, memiliki hubungan yang erat satu sama lain sehingga membentuk suatu kesatuan tulisan yang sistematis dan logis, serta dikemas dalam penataan dan pemabahasan  yang mudah dipahami dan menarik.
2. Menulis Mengembangkan Daya Inisiatif dan Kreatifitas
Dalam menulis, seseorang harus menyiapkan dan menyuplai sendiri segala sesuatunya seperti isi tulisan, pertanyaan dan jawaban, ilustrasi, pembahasan, serta penyajian tulisannya. Agar tulisan menjadi menarik dan enak dibaca maka apa yang ditulisakan harus ditata sedemikian rupa sehingga menjadi logis, sistematis, dan tidak membosankan. Nah, untuk menghasilkan tulisan seperti itu maka sangat diperlukan inisiatif dan kreativitas dari penulis. Penulis harus mencari, menemukan dan menata sendiri bahan atau informasi dari berbagai sumber yang terkait dengan topik yang akan ditulisnya. Berbagai aktivitas itu jika terus menerus dilatih, maka dengan sendirinya dipastikan akan dapat memicu tumbuhnya daya inisiatif dan kreativitas seorang penulis.

3. Menulis Menumbuhkan Kepercayaan Diri dan Keberanian 
Betulkan dengan menulis akan menumbhkan keberanian? Saya ibaratkan disi menulis seperti orang yang sedang belajar mengemudi kendaraan. Orang yang telah mahir dalam mengemudikan mobil dan memiliki SIM tidak serta merta ia dapat mengemudikan mobil. Perlu adanya keberanian dan mampu menepis berbagai kekhawatiran seperti khawatir salah mengnjak gas, khawatir akan menyerempat kendaraan lain, menabrak, mati mesin di tengah jalan dan kekhawatiran lainnya.

Begitupun dengan menulis. Dalam menulis memerlukan keberanian. Berani menampilkan pemikirannya termasuk perasaan, cara pikir dan gaya tulisan serta keberanian menawarkannya kepada orang lain. Tepiskan kekhawatiran seperti malu jika hasilnya jelek, khawatir salah dalam menyampaikan sehingga menyinggung orang lain, khawatir tulisannya akan ditertawakan orang dan berbagai kecemasan lainnya. 
4. Menulis Mendorong Kebiasaan serta Memupuk Kemampuan dalam Menemukan, Mengumpulkan, dan Mengorganisasikan Informasi
Penyebab orang gagal dalam menulis adalah karena ia sendiri tidak tahu apa yang akan ditulisnya. Ia tidak memiliki informasi yang cukup tentang topik yang akan ditulis, serta malas dalam mencari informasi yang diperlukan. Kondisi yang demikian ini akan mendorong seseorang untuk mencari, mengumpulkan, menyerap dan mempelajari informasi yang diperlukan dari berbagai sumber jika tidak ingin gagal dalam menulis. Dari sumber-sumber itu seseorang akan memperoleh informasi yang diperlukan dalam menulis.

Lalu bagaimana menyerap berbagai informasi yang begitu banyak jumlah dan ragamnya? Bagi penulis atau pembicara sekalipun, informasi yang diperoleh tidaklah sekedar untuk dipahami, tetapi juga untuk dapat diingat dan digunakan kembali jika diperlukan dalam menulis atau mengarang. Implikasinya dia akan menerapkan berbagai setrategi agar informasi yang diperoleh terjaga dan tertata sedemikian rupa sehingga ketika diperlukan akan mudah dicari dan dimanfaatkan tanpa harus membaca ulang semua bacaan yang pernah dipelajari sebelumnya. Nah, motif dan perilaku seperti ini akan mempengaruhi minat, kesungguhan, dan keterampilan seseorang dalam mengumpulkan dan mengolah informasi.

Sungguh besar manfaat menulis, baik itu bagi penulis sendiri terlebih bagi orang lain. Tetapi sangat disayangkan tidak banyak orang yang suka menulis. Kenapa ini terjasi? Dalam pandangan Graves (1978), keadaan itu dipicu oleh banyak faktor yaitu;
  • Orang enggan menulis karena tidk tahu untuk apa dia menulis
  • Orang enggan menulis karena merasa tidak berbakat dalam menulis
  • Orang enggan menulis karena merasa tidak tahu bagaimana menulis
Untuk alasan yang ketiga ini terkesan mengada ada karena siapapun yang pernah mengenyam pendidikan formal tentu pernah mendapatkan pelajaran tulis-menulis atau mengarang. Namun demikian, alasan tersebut sebenarnya juga dapat dipahami apabila mengingat pembelajaran menulis di sekolah kerap berhenti sebatas teori  atau pengetahuan.

Sejumlah mitos yang kerap muncul dalam kegiatan menulis atau mengarang diantaranya adalah sebagai berikut;

1. Menulis Itu Mudah
Menulis dikatakan gampang jika sekedar pengetahuan atau teori tentang menulis. Tapi mengarang bukan semata teori. Mengarang adalah akumulasi kemampuan yang terdiri dari berbagai daya yaitu daya pikir, daya nalar, dan daya rasa yang berkaitan dengan penguasaan persoalan kebahasaan, psikososial, tata tulis dan pengetahuan  tentang isi tulisan. Teori mengarang hanyalah alat agar orang dapat menata tulisan dengan baik sehingga dapat dipahami dan dinikmati oleh pembacanya.

Tidak hanya itu, mengarang juga merupakan sebuah kemahiran layaknya sebuah keterampilan yang hanya akan dikuasai melalui kegiatan belajar dan berlatih secara sungguh-sungguh serta mendapat masukan dari orang lain untuk memperbaiki cara dan kemampuan seorang penulis.

2. Kemampuan Menggunakan Unsur Mekanik Bahasa Merupakan  Inti dari Menulis
Mengarang memang memerlukan kemampuan menggunkan unsur mekanik bahasa dengan cermat. Tetapi menulis tidak sebatas itu. Sebuah karangan harus memiliki isi atau pesan yang akan disampaikan kepada pembacanya berupa ide, pikiran, perasaan, atau informasi mengenai sesuatu yang ditulis. Unsur mekanik menulis dan kebahasaan hanyalah sekedar alat yang digunakan untuk mengemas dan menyajikan isi karangan sehingga pembaca mudah untuk memahaminya.

3. Menulis itu Harus Sekali Jadi
Tidak banyak orang yang dapat menulis sekali jadi. Bahkan seorang profesional sekalipun. Apalagi kita seorang pemula yang baru belajar. Menulis atau mengarang adalah sebuah peroses yang terdiri dari serangkaian tahapan yaitu tahap pra-penulisan, penulisan, serta penyuntingan dan perbaikan. Dalam menulis, tahapan itu tidak bersifat linear melainkan sirkuler dan interaktif.

4. Siapapun Dapat Mengajarkan Menulis
Seorang guru menulis atau orang yang mengajarkan menulis yang baik tidak hanya menguasai teori menulis. Karena jika tidak bagaimana mungkin ia dapat menularkan semangat dan minatnya kepada siswa atau orang lain. Bagaimana mungkin ia dapat menceritakan kenikmatan dan kemanfaatan menulis, bagaimana mungkin ia dapat memberikan solusi terhadap berbagai kesulitan dalam menulis, dan bagaimana mungkin ia dapat menjadi model atau contoh menulis yang baik bagi orang lain jika hanya menguasai teori menulis tanpa memiliki keterampilan, kemahiran dan kesukaan menulis.